tag:blogger.com,1999:blog-3519793944266335912024-03-13T10:35:35.219-07:00info KEWIRAUSAHAANBlog 0015 - Kliping Internet KewirausahaanAkanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.comBlogger17125tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-30933705773431774542013-06-19T04:44:00.000-07:002013-06-23T20:01:31.578-07:00Peluang Bisnis Jamur Tiram<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div class="MsoNormal">
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, "Times New Roman", serif;"><span style="font-size: small;">Anda
sedang bingung merintis usaha?Anda menggemari
budidaya tanaman?Anda punya lahan yang cukup luas namun belum
termanfaatkan? Cobalah untuk berbisnis jamur tiram.</span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, "Times New Roman", serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, "Times New Roman", serif;"><span style="font-size: small;">Jamur
tiram merupakan tanaman yang kini banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Selain
karena jamur ini dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi beraneka macam
makanan, jamur tiram juga mudah dalam pembudidayaannya. Budidaya jamur tiram
tidak menyita banyak waktu dalam perawatannya jadi bisnis ini dapat dijadikan
sebagai bisnis sampingan yang cukup menjanjikan. Kendati demikian, perawatannya
pun juga tidak boleh sembarangan. Kita harus mengetahui betul cara perawatan
akan jamur yang satu ini.</span></span><br />
<a name='more'></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, "Times New Roman", serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, "Times New Roman", serif;"><span style="font-size: small;">BUDIDAYA
JAMUR TIRAM</span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, "Times New Roman", serif;"><span style="font-size: small;">Pembudidayaan
jamur tiram dapat dilakukan di dalam rumah maupun di luar rumah. Jika anda
mempunyai lahan yang cukup luas di pekarangan anda, anda bias membuat rumah
jamur yang khusus digunakan untuk budidaya tanaman ini. Rumah jamur ini harus
dikondisikan kebersihan dan kelembabannya karena hal ini sangat mempengaruhi pertumbuhan
jamur. Suhu yang optimal untuk pembudidayaan jamur tiram adalah ±28°C sedagkan
untuk kelembaban yang optimal adalah ± 90%. Selain itu intensitas cahaya yang
masuk ke rumah jamur juga harus diperhatikan. Jangan sampai jamur ini terkena
paparan sinar matahari langsung karena dapat membuat jamur ini mati.</span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, "Times New Roman", serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, "Times New Roman", serif;"><span style="font-size: small;">Pemilihan
media tanam disini juga harus diperhatikan. Media tanam ada banyak sekali
jenisnya. Media tanam yang biasa dipakai adalah substrat kayu, serbuk gergaji,
ampas tebu atau sekam. Media ini kemudian ditambahkan nutrisi untuk mendapatkan
produksi jamur yang optimal, diantaranya adalah tepung jagung, air, dedak
halus, gips atau kapur</span></span><span style="background: white;"><span style="font-family: Georgia, "Times New Roman", serif;"><span style="font-size: small;">. Media tanam yang sudah dicampur dengan nutrisi ini kemudian dimasukkan dalam kantong plastik yang selanjutnya disebut dengan baglog. Namun jika anda tidak mau terlalu repot maka anda tinggal membeli baglog yang sudah siap pakai yang juga sudah dilengkapi dengan bibit.</span></span></span><br />
<span style="background: white;"><span style="font-family: Georgia, "Times New Roman", serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></span><span style="font-family: Georgia, "Times New Roman", serif;"><span style="font-size: small;">
</span></span><span style="background: white;"><span style="font-family: Georgia, "Times New Roman", serif;"><span style="font-size: small;">PEMANFAATAN JAMUR TIRAM</span></span></span><br />
<span style="font-family: Georgia, "Times New Roman", serif;"><span style="font-size: small;">Jamur tiram dapat diolah menjadi sayur baik dalam bentuk kuah maupun tumis. Selain itu kini juga banyak kita temukan kripik jamur yang sangat cocok disantap sebagai cemilan yang sehat dan bergizi. Menurut penelitian tanaman ini mengandung kalsium, vitamin B1, B2, dan vitamin C. Selain itu jamur ini juga dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit diantaranya adalah liver, diabetes, anemia, sebagai antiviral dan anti kanker.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia, "Times New Roman", serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Times New Roman, serif;">Sumber:</span><br />
<div class="MsoNormal">
<a href="http://www.antaranews.com/berita/373816/jamur-tiram-putih-mudah-dibiakkan-dan-banyak-manfaat"><span style="color: #3d85c6;">http://www.antaranews.com/berita/373816/jamur-tiram-putih-mudah-dibiakkan-dan-banyak-manfaat</span></a></div>
<div class="MsoNormal">
<a href="http://www.mentari.biz/bisnis-jamur-tiram.html"><span style="color: #3d85c6;">http://www.mentari.biz/bisnis-jamur-tiram.html</span></a></div>
<div class="MsoNormal">
<a href="http://petunjukbudidaya.blogspot.com/2013/04/persiapan-usaha-budidaya-jamur-tiram.html"><span style="color: #3d85c6;">http://petunjukbudidaya.blogspot.com/2013/04/persiapan-usaha-budidaya-jamur-tiram.html</span></a></div>
<div class="MsoNormal">
<a href="http://www.timlo.net/baca/64725/achmad-qomarudin-merintis-usaha-jamur-tiram-dari-coba-coba/"><span style="color: #3d85c6;">http://www.timlo.net/baca/64725/achmad-qomarudin-merintis-usaha-jamur-tiram-dari-coba-coba/</span></a></div>
<div class="MsoNormal">
<a href="http://dedimukhlas.blogspot.com/2013/03/peluang-bisnis-jamur-tiram-rumahan.html"><span style="color: #3d85c6;">http://dedimukhlas.blogspot.com/2013/03/peluang-bisnis-jamur-tiram-rumahan.html</span></a></div>
<div class="MsoNormal">
<a href="http://dedimukhlas.blogspot.com/2013/03/peluang-bisnis-jamur-tiram-rumahan.html#http://www.mentari.biz/bisnis-jamur-tiram.html"><span style="color: #3d85c6;">http://dedimukhlas.blogspot.com/2013/03/peluang-bisnis-jamur-tiram-rumahan.html#http://www.mentari.biz/bisnis-jamur-tiram.html</span></a></div>
</div>
</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16896373032328861123noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-33061363938034225312010-01-03T23:47:00.001-08:002013-02-08T01:17:02.653-08:00Quo Vadis Kewirausahaan di Indonesia?<a href="http://4.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/S0GjcYN32ZI/AAAAAAAAAJQ/7Rtb0AtiN9Q/s1600-h/Inspired-Entrepreneurship.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5422795134263089554" src="http://4.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/S0GjcYN32ZI/AAAAAAAAAJQ/7Rtb0AtiN9Q/s400/Inspired-Entrepreneurship.jpg" style="cursor: hand; cursor: pointer; display: block; height: 300px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 400px;" /></a><br />
<div align="justify">
<span style="font-style: italic;">We are in the midst of a silent revolution -a triumph of the creative and entrepreneurial spirit of humankind throughout the world. I believe its impact on the 21st century will equal or exceed that of the Industrial Revolution in the 19th and 20th </span>(Jeffry A. Timmons, The Entrepreneurial Mind)<br />
<br />
Pada tahun 2006, data Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan di Indonesia terdapat 48,9 juta usaha kecil dan menengah (UKM), menyerap 80% tenaga kerja serta menyumbang 62% dari PDB (di luar migas). Data tersebut sekilas memberikan gambaran betapa besarnya aktivitas kewirausahaan di Indonesia dan dampaknya bagi kemajuan ekonomi bangsa.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Terlebih lagi ditambahkan dengan data hasil penelitian dari Global Entrepreneurship Monitor (GEM) yang menunjukkan bahwa pada tahun yang sama, di Indonesia terdapat 19,3 % penduduk berusia 18-64 tahun yang terlibat dalam pengembangkan bisnis baru (usia bisnis kurang dari 42 bulan). Ini merupakan yang tertinggi kedua di Asia setelah Philipina (20,4%) dan di atas China (16,2) serta Singapura (4,9%).<br />
<br />
Namun di sisi lain, data BPS pada tahun yang sama juga menunjukkan masih terdapat 11 juta penduduk Indonesia yang masih menganggur dari 106 juta angkatan kerja, serta 37 juta penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.<br />
<br />
Fakta-fakta tersebut seakan-akan menunjukkan kewirausahaan di Indonesia tidak dapat memberikan sumbangan yang positif bagi kesejahteraan bangsa.<br />
<br />
Padahal seorang pakar kewirausahaan, David McClelland mengatakan bahwa jika 2% saja penduduk sebuah negara terlibat aktif dalam kewirausahaan, maka dapat dipastikan bahwa negara tersebut akan sejahtera. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Profesor Edward Lazear dari Stanford University yang mengatakan bahwa wirausahawan adalah pelaku paling penting dari kegiatan ekonomi modern saat ini.<br />
<br />
Apakah ada yang keliru dari data-data tersebut? Ataukah data-data tersebut tidak mencerminkan kondisi kegiatan kewirausahaan yang sesungguhnya? Atau semua hal tersebut memang gambaran yang sesungguhnya dan kita perlu melakukan pembenahan yang lebih serius pada dunia kewirausahaan di Indonesia.<br />
<br />
<br />
Profil Kewirausahaan di Indonesia<br />
<br />
Kegiatan kewirausahaan di Indonesia berkembang paling pesat saat krisis moneter melanda pada tahun 1997. Dari hanya 7000 usaha kecil di tahun 1980 melesat menjadi 40 juta pada tahun 2001. Artinya banyak usaha kecil yang muncul di saat krisis tersebut dikarenakan kebutuhan (necessity) dan kurang didorong oleh faktor inovasi.<br />
Jika data BPS tahun 2006 ditelaah lebih lanjut, 48,8 juta usaha kecil di Indonesia tahun 2006 menyerap 80,9 juta angkatan kerja. Berarti setiap usaha tersebut hanya menyediakan lapangan kerja untuk dirinya sendiri ditambah 1 orang lain. Sementara itu pada saat yang sama, 106 ribu usaha menengah menyerap 4,5 juta tenaga kerja yang berarti 1 kegiatan usaha menengah menyerap 42,5 tenaga kerja.<br />
<br />
Ada kesenjangan yang sangat besar antara jumlah skala usaha kecil dibandingkan usaha menengah serta perbedaan yang sangat signifikan dalam kemampuannya menyerap tenaga kerja.<br />
<br />
Selain itu, usaha kecil di Indonesia didominasi oleh kegiatan yang bergerak pada sektor pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan (53,5%), sementara usaha menengah banyak bergerak di sektor perdagangan, hotel dan restoran (53,7%) dan usaha besar di industri pengolahan (35,4%).<br />
<br />
Hal tersebut menunjukkan bahwa dunia kewirausahaan di Indonesia memang tertinggal dibandingkan negara lain yang sudah memasuki abad informasi dan pengetahuan. Dunia kewirausahaan Indonesia masih banyak yang mengandalkan otot dibandingkan otak. Kerja keras dibandingkan kerja cerdas.<br />
<br />
<br />
Apa yang harus dilakukan?<br />
<br />
Dengan melihat profil kewirausahaan di Indonesia tersebut, maka ada tiga hal yang perlu dilakukan.<br />
<br />
Pertama, pengembangan jiwa dan karakter wirausaha sejati. Perlu lebih banyak wirausahawan di Indonesia yang dilahirkan dengan didorong oleh visi dan inovasi dan bukan semata-mata karena keterpaksaan dan hanya menjadikan kegiatan usaha sebagai tempat singgah sementara (sampai mendapatkan pekerjaan).<br />
<br />
Hal ini menjadi tugas dari dunia pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, karakter dan ketrampilan kreatif serta sikap mandiri dan pro-aktif harus mewarnai semua kegiatan pembelajaran.<br />
<br />
Kedua, pengembangan ketrampilan membesarkan usaha. Kegiatan usaha kecil yang sudah ada harus dibina dan dikembangkan. Jika 50% saja kegiatan usaha kecil di Indonesia berkembang dan membutuhkan tambahan 1 orang tenaga kerja, maka akan tersedia 24,4 juta lapangan kerja baru. Di saat seperti itu, mungkin kita harus mulai mengimpor tenaga kerja asing.<br />
<br />
Hal ini dapat diupayakan dengan mengembangkan kerja sama antara pemerintah, dunia usaha dan dunia pendidikan. Ketrampilan mengembangkan usaha tersebut meliputi ketrampilan berinovasi dan manajerial yang bersifat strategis. Oleh karena itu UKM tidak dibesarkan dengan semata-mata suntikan hormon (dana).<br />
<br />
Ketiga, arah dan pengembangan keunggulan bersaing bangsa. Negara China bekerja keras mengembangkan infrastruktur fisik untuk meningkatkan daya saing barang-barang hasil produksinya. Negara India meningkatkan infrastruktur dan brainware teknologi informasi untuk dapat bersaing di dunia IT. Apa yang harus dilakukan Indonesia?<br />
Sudah merupakan hal yang nyata, bahwa interaksi dan hubungan antarnegara saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Prilaku negara sudah menjadi seperti prilaku perusahaan besar yang bersaing satu sama lain. Oleh karena itu agar dapat menjadi bangsa yang unggul dan diperhitungkan, maka Indonesia harus segera menemukan dan mengembangkan keunggulan intinya.<br />
<br />
Setelah itu pemerintah harus mengarahkan dunia kewirausahaan untuk bergerak dan menunjang keunggulan bersaing bangsa tersebut. Dengan demikian, maka kita kelak akan melihat negara Indonesia menjadi semacam perusahaan raksasa yang menaungi puluhan juta wirausahawan sejati.<br />
<br />
<br />
Sumber :<br />
Margiman, Executive Director Ciputra Entrepreneurship<br />
http://www.ciputra.org/node/95/quo-vadis-kewirausahaan-di-indonesia.htm<br />
14 Januari 2009</div>
<br />
<br />
Sumber Gambar:<br />
http://www.authenticchangecoach.com/wp-content/uploads/2009/08/Inspired-Entrepreneurship.jpgAkanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-57197257806934084602010-01-03T23:41:00.000-08:002013-02-08T01:17:18.005-08:00Persoalan Dasar Kewirausahaan di Indonesia<div align="justify">
Apabila kita berkecimpung disektor bisnis, kita banyak dituntut lingkungan untuk te¬rus berinisiatif, kreatif, dinamis, agresif dan se¬lalu harus mampu mengantisipasi tuntutan lingkungan yang terus berturnbuh. ini semua justru mematangkan pola berpikir dan kehi¬dupan kita untuk terus menempa jiwa wira¬swasta kita.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Istilah kewiraswastaan (entrepreneurship) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, walaupun maknanya belum be¬gitu difahami benar. Masih banyak di antara kita belum me¬nyadari pentingnya kewiraswastaan.<br />
<br />
Sektor bisnis yang sangat kompetitif dan peka terhadap pengaruh lingkungan, mutlak membutuhkan manusia wira¬swasta, yang memiliki dinamika, motivasi, kreativitas dan ini¬siatif nyata. Mereka ini mampu bekerja sama dengan penuh tanggung jawab dalam setiap penugasan yang dibebankan ke¬padanya. Begitu pula, sektor pendidikan yang relatif tidak atau kurang kompetitif tetap membutuhkan manusia wiraswasta.<br />
<br />
Jangan beranggapan bahwa apabila kita ingin mendidik calon wiraswasta, kita sendiri tidak perlu berjiwa ataupun ber¬prilaku sebagai wiraswasta. Ini keliru namanya. Kita harus ter¬lebih dulu menjiwai dan mempraktekkan kewiraswastaan ter¬sebut, barulah kita akan berhasil mendidik orang lain. Saya kira keseluruhan aspek kehidupan manusia menuntut agar ke¬wiraswastaan bertumbuh di sanubari masing-masing insan demi keberhasilannya dalam hidup ini.<br />
<br />
<br />
Penyebab Rendahnya Jiwa Wirausaha<br />
<br />
Harus diakui bahwa kegiatan yang lebih mementingkan hasil dan prestasi kerja, akan lebih mendorong terciptanya pola mekanisme kerja yang lebih obyektif. Sayang hal ini masih me-rupakan cita-cita belaka. Sebagian besar dari kita belum memi¬liki jiwa wiraswasta secara nyata. Jiwa ambtenaar masih me¬warnai dan menghantui tingkah laku serta kebiasaan kita.<br />
<br />
Mengapa demikian ? Banyak faktor yang menyebabkan¬nya. Mulai dari lingkungan keluarga sampai pada kebiasaan kerja atau praktek-praktek yang terjadi di masyarakat memang kurang mendukung tumbuhnya jiwa wiraswasta di kalangan masyarakat kita.<br />
Nilai-nilai yang diyakini masyarakat kita pada hakekatnya merupakan warisan sejarah kolonial. Struktur masyarakat me¬mang kurang memberi peluang kepada pribumi bangsa kita untuk bisa menempa, mengembangkan atau memiliki jiwa wiraswasta yang baik. Struktur masyarakat pada masa kolonial sengaja diatur agar kita tidak bisa maju. Kesempatan untuk berkembang dibatasi. Pendidikan sangat dibatasi, hanya orang-orang tertentu saja yang memperoléh peluang untuk rnengenyam kemudahan pendidikan dengan baik.<br />
<br />
Mulai masa kanak-kanak sampai melangkah dewasa dan bekerja, kita kurang dibekali prin¬sip-prinsip, hidup positif. dinamis dan kreatif. Paling-paling kita diharapkan bisa mèmpelaja¬ri dari contoh-contoh yang terjadi di masyara¬kat melalui cara coba-coba.<br />
<br />
Kegiatan dan lapangan kerja dibatasi pula. Paling tinggi kita bisa bekerja sebagai pegawai negeri di kantor-kantor pemerintahan ini pun terbatas bagi orang-orang kaya dan keturunan bangsawan. Sebagian terbesar rakyat justru bekerja sebagai buruh dan petani kecil. Kegiatan di sektor ekonomi, perdagangan dan sektor bisnis lainnya diserahkan pada orang-orang Eropa dan golongan non pribumi. Sektor-sektor inilah yang sebenarnya mampu menempa kewiraswastaan kita. Tetapi justru kita kurang diberi kesempatan di bidang ini. Paling-paling satu dua, alias terbatas sekali jumlahnya.<br />
Apabila kita berkecimpung di sektor bisnis, kita banyak dituntut lingkungan untuk terus berinisiatif, kreatif, dinamis agresif dan selalu harus mampu mengantisipasi tuntutan lingkungan yang terus bertumbuh. ini semua justru mematangkan pola berpikir dan kehidupan kita untuk terus menempa jiwa wiraswasta kita.<br />
<br />
Tempo dulu orang kita kalau sudah bisa bekerja di kantor gubernemen. sebagai ambtenaar atau pegawai sudah merasa status sosialnya tinggi. Orang yang bekerja di luar gubernemen dianggap sebagai masyarakat kelas dua atau rendah martabatnya. Kebiasaan ini sudah bertahun-tahun kita alami. Konsekuensinya jiwa ambtenaar telah merasuk ke lubuk hati kita dan telah menjadi keyakinan sebagian terbesar orang kita. Sampai kinipun hal ini masih tertekan.<br />
<br />
Sudah sejak kecil kita selalu dibebani gambaran bahwa menjadi pegawai adalah satu-satunya tujuan yang harus dicapai. Orang tua kita menginginkan agar anaknya bisa menjadi ambtenaar. Target yang harus diraih anaknya ialah menjadi pegawai kantoran saja. Prestige lebih diunggulkan dibandingkan dengan prestasi. Orang cenderung lebih memperhatikan gengsi dibandingkan kerja keras untuk berprestasi. Yang lebih di utamakan adalah kepentingan status pribadi ini semakin lama semakin berkembang negatif.<br />
<br />
Lebih-lebih dengan pengaruh materialisme yang semakin menghantui kehidupan manusia. Kualitas dan prestasi kerja kurang diperhatikan bahkan nyaris diabaikan. Orang hanya mengejar kedudukan dan materi. Bahkan unit kerja yang menjadi favoritpun mempengaruhi gairah kerja setiap orang. Unit yang basah dirasa semakin penting dibanding dengan unit yang kering. Orang akhirnya akan selalu memperhatikan materi melulu, tidak melihat makna pekerjaan yang harus ditangani.<br />
<br />
Etika dan aturan permainan dalam organisasi diabaikan begitu saja. Fungsi manajemenpun tidak akan berperan baik. Akibatnya pola manajemen dan mekanisme organisasi tidak akan bisa terkendali. Sistem tidak akan mampu mengatur dan mengendalikan kegiatan organisasi. Individu yang menduduki pucuk pimpinan organisasi seharusnya mampu mengendali¬kan mekanisme kerja organisasi. Tetapi justru mereka kurang memperhatikan aktivitas organisasi secara utuh. Ia hanya mengutamakan kepentingan pribadinya demi kelangsungan dan kesinambungan posisi dan kedudukannya. Ia kurang memperhatikan detail operasional organisasi yang ia pimpin. Segala urusan teknis operasional dipercayakan kepada bawah¬an dengan otoritas yang dibatasi pula. Konsekuensinya, kelan¬caran operasionalpun akan terganggu. Sebab orang yang ber¬hak mengambil keputusan berada jauh dari pihak yang mem¬butuhkan keputusan tersebut. Kesenjangan komunikasi ini semakin menganga lebar dan pada gilirannya akan cukup merugikan organisasi secara keseluruhan.<br />
<br />
Perkembangan juga memperlihatkan adanya kecende¬rungan pucuk pimpinan untuk berusaha mendominasi organi¬sasi. Otoritas sebagai Pimpinan dicoba untuk ditonjolkan. Segala sesuatu diarahkan agar tergantung pada pucuk pimpin¬an sepenuhnya. Sampai-sampai sewaktu pimpinan menjalan¬kan cutipun, semua pekerjaan terpaksa harus menunggu sam¬pai ia kembali bertugas. Merah-hitamnya organisasi beserta nasib anggotanya tergantung belas kasihan beliau. Dialah yang berwenang mengatur segalanya.<br />
Masyarakat serta lembaga pendidikan benar¬-benar dituntut peran-sertanya untuk bersama - sama pemerintah memikirkan tersusunnya dan terlaksananya pola pendidikan yang inte¬gral.<br />
<br />
Praktek-praktek demikian telah mampu meruntuhkan jiwa wiraswasta, jiwa mandiri ataupun kemauan bekerja keras bagi setiap pendatang dalam organisasi. Orang yang baru me-ninggalkan bangku sekolah atau universitas, setelah melihat, merasakan dan mengalami sendiri, idealisme mereka akan mu¬dah luntur atau hilang. Ia akan larut ke dalam arus materialistis, egoisme individu dan berorientasi pada status saja. Pengeta¬huan manajemen ataupun pengetahuan lain yang sempat di¬peroleh selama studi akan tersimpan rapat dalam benaknva tanpa perlu dipraktekkan atau diamalkan demi kepentingan masyarakat banyak. Inisiatif ataupun kreativitas seseorang akan mudah hilang lenyap dalam kemelut demikian.<br />
<br />
Apabila kita mau mengkaji semuanya itu, ternyata hal ter¬sebut wajar kalau terjadi demikian. Sebab sudah sejak kecil kita secara tidak sadar telah diarahkan untuk memiliki nilai-nilai hidup demikian. Mulai masa kanak-kanak sampai melangkah dewasa dan bekerja, kita kurang dibekali prinsip-prinsip hi¬dup positif, dinamis dan kreatif. Paling-paling kita diharapkan bisa mempelajari dan contoh-contoh yang terjadi di masyara¬kat melalui cara coba-coba. Ya, kalau ketemu contoh yang baik. Tetapi kalau terus-menerus dihadapkan pada hal-hal yang ne-gatif, kemungkinan besar pola berpikir kitapun akan negatif.<br />
<br />
<br />
Masa Pra-Sekolah<br />
<br />
Umar kalau sudah besar mau jadi Apa ? Jadi dokter begitu jawab bocah berusia 5 tahun yang bernama Umar. Ya sejak kecil kita memang sudah diajari untuk memiliki cita-cita semacam dokter, Insinyur, guru dan pekerjaan formal lainnya yang Kyosaki menyebutnya sebagi self employee. Jarang orangtua kita mengajarkan, mengarahkan dan membimbing kita untuk jadi pengusaha. Pemikiran seperti itu bisa dimaklumi dalam masyarakat kita yang mementingkan status dan kedudukan social yang mapan disamping peran cultural sebagai sisa-sia penjajahan yang begitu lama.<br />
<br />
Sejak kanak-kanak kita sudah terbiasa dihadapkan pada kenyataan hidup yang sebenarnya cukup merugikan pertumbuhan jiwa dan pribadi kita di kemudian hari. Lebih-lebih bagi masyarakat masa kini yang sudah termasuk golongan masyarakat dengan kehidupan ekonomi atau sosial cukup baik. Pola kehidupannya ternyata kurang menguntungkan pendidikan anak-anak mereka sendiri.<br />
<br />
Karena kecukupan materi anak dibiasakan diasuh, didampingi pembantu, istilah kerennya baby – sitter. Segala kebutuhannya diatur dan disediakan oleh si pembantu. Ia dimanja oleh lingkungan keluarga. Akibatnya ia akan suka memerintah, tahu beres saja. Ia tidak pernah mau berusaha sendiri. Ia selalu menggantungkan diri pada orang lain.<br />
<br />
Dari kecil kita sudah diajari pula untuk membatasi diri pada lingkungan hidup tertentu saja. Muncullah pengelompokan-pengelompokan dalam masyarakat yang non-formal sifatnya. Sebagai keturunan orang gedongan, ia tidak diperke¬nankan sembarangan bergaul. Ia diisolir oleh gambaran-gam¬baran yang bisa meracuni keyakinan hidupnya di kemudian hari. Konsekuensinya ia akan bisa menutup diri dan hanya bergaul dengan sekelompok masyarakat tertentu saja. Pan¬dangan hidup dan pola berpikirnya akan sempit dan kerdil. Kebiasaan ini nantinya akan dapat mernpertebal orientasinya yang hanya menitik beratkan pada gengsi-gengsian atau status saya, kalau ia memang tidak dibekali prinsip-prinsip hidup yang kokoh.<br />
<br />
Bagi orang berada, segala kebutuhan, ke¬perluan anak selaiu tersedia. Pokoknya tugas anak hanya sekolah dan belajar. Pendekatan rnanusiawi oleh kedua orang tua dalam masa pendidikan banyak terlupakan.<br />
<br />
<br />
Masa Sekolah<br />
<br />
Sewaktu mendaftarkan diri masuk sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, anak-anak sudah dibiasakan dibantu orang tua. Ini dilakukan dengan dalih bahwa untuk bisa masuk sekolah atau mendaftarkan diri sering ada uang ini dan itu. Yang dapat mengatur hal tersebut hanyalah orang tua. Akibatnya anak-anak kurang dididik un¬tuk bisa berusaha sendiri. Minimal mulai masuk Sekolah Lan¬jutan Tingkat Atas, seyogyanya anak-anak mulai diarahkan untuk berusaha mendaftarkan sendiri. Bahkan sering pula ter¬jadi bahwa jurusan pendidikan yang harus diikuti anak-anak juga diatur berdasarkan keinginan orang tua.<br />
<br />
Pergi ke sekolahpun selalu diantar oleh orang tua atau pembantu. Ada yang diantar dengan mobil, motor ataupun sepeda. Ada yang harus sewa becak atau minibus antar jemput secara bulanan. lni wajar diiakukan untuk anak kecil bukan untuk remaja, karena kondisi transportasi memang kurang me¬mungkinkan. Syukur apabila sekolah-sekolah, melalui KOPE¬RASI SEKOLAH misalnya, bisa menyediakan kendaraan antar jemput, sekalipun harus membayar bulanan. Karena hal ini akan dapat mendidik anak-anak untuk berusaha sendiri, ber¬inisiatif dan mulai mandiri. Lalu dilepas dari sifat ketergantung¬annya pada orang lain. Anak-anak diberi kebebasan memang baik. Tetapi jangan pula sampai jor-joran seperti sekarang atau mereka (siswa SLTP/SLTA) sudah diperbolehkan mem¬bawa mobil sendiri ke sekolahan. Penggunaan sepeda motor-pun seyogyanya bisa dibatasi dengan disediakannya kemu¬dahan transportasi yang nyaman aman. Satu dan lain untuk mencegah persaingan yang tidak sehat ser¬ta tumbuhnya kecongkakan kekuasaan yang bisa menekan wibawa para pendidik.<br />
<br />
Pola pendidikan di negara kita memang belum memikir¬kan secara menyeluruh demikian Pemerintah baru berusaha membenahi sistem dan kurikulum péndidikan yang memang harus segera ditangani secara serius. Di sini masyarakat serta lembaga pendidikan benar-benar dituntut peran sertanya Un¬tuk bersama-sama pemerintah memikirkan tersusunnya dan terlaksananya pola pendidikan yang integral. Jadi orangtua wajib ikut berperan aktif dalam menata masa depan anaknya dengan menumbuhkan kemandirian si anak. Jangan hanya memanjakan saja. Jangan hanya menyerahkan kepada lembaga pendidikan untuk membentuk watak dan kepribadiannya.<br />
<br />
Dewasa inipun kita sering mendengar apabila seorang anak tidak naik kelas, tidak lulus ujian atau tidak diterima ma¬suk sesuatu sekolah, orang tuanya segera tampil untuk menga¬tasinya. Dengan kekuasaanya, entah berupa gertak dan atau kekayaan, ia memaksa agar anaknya dinaikkan, diluluskan atau diterima saja. Kenyataan ini nampak sudah biasa atau sudah jamak di masyarakat kita. Sistem backing bertumbuh. Muncullah kecongkakan kekuasaan atas diri anak-anak. Begitu ada masalah, anak-anak berlindung pada Babenya untuk minta bantuan. Akhirnya si anak tidak akan menjadi orang berprin¬sip ataupun menjadi orang yang penuh tanggung jawab. Ini berbahaya.<br />
<br />
Sistem pendidikan yang kurang membantu bertumbuhnya inisiatif, dinamika ataupun kreativitas anak didik. Murid seca¬ra pasif hanya mendengarkan teori yang dikemukakan oleh sang guru. Sifat pelajaran relatif banyak hafalan. Baru sekarang ini saja sifat pelajaran yang menanamkan pengertian mulai di¬ajarkan. Murid kurang pula dibekali dengan pemberian penger¬tian melalui gambaran kenyataan hidup yang ada. Bahkan pe¬nyediaan bahan bacaan yang terbatas kurang membantu peningkatan pengetahuan anak didik. Untunglah dewasa ini Pe¬merintah mulai menjamah dan menangani hal tersebut secara lebih serius. Pola dan sistem pendidikan yang partisipatif seca¬ra bertahap nampak ditumbuhkan.<br />
<br />
Disamping itu, banyak dari kita kurang menyadari bahwa kita semua wajib belajar dengan cara melihat, mengamati, mendengarkan, merasakan atau mengalami langsung. Saat ini masih banyak kecenderungan orang untuk hanya mendengar¬kan kata guru atau dosen dan membaca buku pelajaran saja. Kita relatif belum mendayagunakan kelima indera kita untuk mendengarkan dan melihat kenyataan hidup yang kita alami. Perkembangan lingkungan kehidupan kitapun nyaris tidak di¬perhatikan sama sekali. Akibatnya banyak dari kita memisah¬kan secara nyata antara teori dengan praktek. Kita kurang meyakini akan pentingnya ilmu pengetahuan yang kita per¬oleh demi keberhasilan hidup kita.<br />
<br />
Kita sudah cukup banyak mencetak tenaga-tenaga sarjana yang diharapkan akan mampu menumbuhkan serta mencipta¬kan manager-manager profesional dengan kapabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Tetapi nyatanya hal tersebut masih merupakan harapan. Kemampuan para cendekiawan untuk mengembangkan buah pikirannya nampak masih terba¬tas, karena mereka kurang mau berusaha untuk itu. Apalagi se¬bagian besar dari sarjana kita begitu selesai studinya berhenti belajar. Ia kurang berusaha untuk mengkaji terus kenyataan¬ - kenyataan yang ada untuk diolah secara ilmiah. Kerja ya kerja. Baca buku dianggap buang tempo atau dianggap teoritis melu¬lu dan ini tidak perlu. Yang penting praktek. Kalaupun ada yang berkeinginan untuk membaca, ternyata harga bukunya pun tidak terjangkau oleh kantongnya.<br />
<br />
Orang tua dalam mendidik anak-anaknya pun kurang me¬mikirkan perlunya inisiatif dan kepribadian anak ditumbuh¬kan. Orang tua selalu mengarahkan agar anaknya memilih ju¬rusan yang dianggap menguntungkan kehidupan materi dikemudian hari, sekalipun yang bersangkutan tidak mampu untuk studi di bidang tersebut. Keinginan orang tua harus di¬turuti. Kepribadian anak sering terguncang akibatnya. Ia tidak sempat memupuk kepercayaan diri ataupun menumbuhkan prinsip hidup yang kokoh agar bisa hidup mandiri.<br />
<br />
Bagi orang berada, segala kebutuhan, keperluan anak sela¬lu tersedia. Pokoknya tugas anak hanya sekolah dan belajar. Pendekatan manusiawi oleh kedua orang tua dalam masa pen-didikan banyak terlupakan. Orang tua sibuk dengan urusan¬nya. Mereka menganggap materi yang disediakan bagi anak-¬anaknya sudah lebih dan cukup. Kalau sudah menyediakan Segala kebutuhan materi anak, orang tua merasa bahwa ia sudah mampu berperan sebagai orang tua yang penuh tanggung ja¬wab. Mereka lupa bahwa ia berkewajiban memberikan dasar pandangan hidup, keyakinan hidup serta membimbing kehi¬dupan rohaninya. Bahkan tidak jarang terjadi dalam suatu ke¬luarga adanya kesenjangan komunikasi yang dalam antara orang tua dengan anak-anaknya.<br />
Pendidikan non-formal yang banyak kita te¬mui, kita alami dalam kenyataan hidup berma-syarakat, justru yang paling banyak memben¬tuk pola berpikir dan sikap hidup kita. Inipun kalau kita benar- benar bersikap antisipasif ter¬hadap lingkungan hidup dan kerja kita.<br />
<br />
Unsur materialisme saat ini memang sangat mencekam kehidupan kita semua. Segala sesuatunya diukur hanya de¬ngan nilai uang. Uang dan materilah yang menentukan segala - -galanya. Anak-anak orang berada, di sekolahnya pun bertingkah dan dihinggapi kecongkakan kekuasaan. Dengan kekayaannya mereka memberikan warna pergaulan hidup yang ku¬rang baik sok kuasa dan meremehkan orang lain. Keadaan de¬mikian merupakan konsekuensi logis tidak atau kurang berfungsinva orang tua sebagai pengayom dan panutan anak-¬anaknya.<br />
<br />
Bapak sebagai kepala keluarga sudah disibukkan dengan urusan kantor, bisnis, rapat, sidang, urusan golf sampai pro¬gram jantung sehat segala. Sang lbu tak kalah sibuk. Aktif de¬ngan organisasi wanita, kegiatan sosial dan pertemuan-perte¬muan lain sebagai pendamping suami yang notabene diwajib¬kan demi kemajuan atau kelangsungan kedudukan sang suami. Luruhlah posisi dan peranan keluarga sebagai lembaga pendidikan non-formal terpenting bagi pertumbuhan perso¬nalitas serta kematangan pola berpikir si anak. Bahkan secara tidak sadar banyak orang tua sudah melepaskan tanggung ja¬wabnya sebagai pendidik watak dan kepribadian anak mereka. Akibatnya pertumbuhan kepribadian, kepercayaan diri atau¬pun keyakinan hidup si anak tidak bisa bertumbuh stabil. Tanpa bekal iman dan kepribadian dari rumah secara mantap, anak-anak akan mudah diguncang oleh pengaruh lingkungan. Mereka mudah terombang-ambing karena memang belum me¬miliki prinsip hidup yang mantap.<br />
<br />
Pendidikan formal tidak cukup sebagai bekal hidup di ma¬syarakat yang telah banyak dipengaruhi unsur-unsur material¬isme dan kemajuan teknologi. Tanpa bekal yang kuat, orang akan mudah mengagungkan materi di atas segala-galanya. Kehidupan materialistis ini jelas lebih banyak berpengaruh negatif terhadap perilaku manusia. Orang hanya akan meng¬hargai sesamanya diukur dari harta atau status sosialnya saja. Saat ini pun sudah banyak contoh dan buktinya.<br />
<br />
Lain pula dengan golongan yang kurang begitu mampu, yang kehidupan ekonominya cukupan saja. Hasrat dan kemau¬an belajarnya umumnya tinggi. Mereka mau menghayati dan memahami makna kesulitan hidup. Kreativitas dan inisiatif akan mudah bertumbuh karena memang harus benar-benar berjuang untuk hidup. Mereka umumnya memiliki pandangan hidup atau pegangan hidup yang baik. Mereka tahan uji, tahan dari hantaman dan percobaan. Mereka umumnya tekun dan ulet dalam perjuangan hidupnya. Kenyàtaan ini bisa kita lihat dari pola kehidupan bapak-bapak kita yang mengalami pahit getirnya perjuangan fisik dibandingkan dengan pola kehidup¬an anak-anak beliau yang relatif berkecukupan dalam kehidupannya di masa pembangunan ini.<br />
<br />
Karena kerasnya perjuangan fisik dan pahitnya kehidupan tempo dulu, bapak-bapak tersebut cukup ulet, tabah dan pantang menyerah sehingga sekarang beliau hidup sukses. Penga¬laman pahit demikian inilah yang banyak mendorong mereka untuk cenderung memanjakan anak-anaknya supaya jangan ikut merasakan getirnya kehidupan yang pernah dialaminya. Akibatnya bisa kita lihat dalam kehidupan sekarang ini. Ba¬nyak anak kurang memiliki disiplin, inisiatif ataupun kreativi¬tas yang tinggi. Lingkungan kehidupan telah memanjakan dan menina-bobokannya sehingga mereka tidak bisa hidup man¬diri.<br />
<br />
Guna membenahi ini semua dan untuk menumbuhkan jiwa wiraswasta di kalangan masyarakat, perlu kiranya dibe¬nahi pola pendidikan kita secara menyeluruh. Untuk itu, anta¬ra Pemerintah dengan masyarakat harus terjalin kerjasama yang saling mendukung. lnterdependensi antar seluruh ang¬gota masyarakat harus bisa dikembang-tumbuhkan ke arah yang lebih positif. Lembaga pendidikan tidak akan mampu membentuk pribadi-pribadi manusia yang tangguh tanpa pe¬ran serta anggota masyarakat secara nyata. Orangtua wajib membekali dasar pembentukan watak dan kepribadian serta keyakinan anak-anaknya. Masyarakat wajib ikut serta meng¬endalikan atau mengamankan pola pengaturan tatanan masyara¬kat sesuai peraturan yang berlaku. Pemerintah dan unsur ma¬svarakat lainnya aktif melaksanakan kegiatan pendidikan seca¬ra integral.<br />
<br />
<br />
Masa Pendewasaan<br />
<br />
Pematangan pola berpikir harus terus dilakukan dalam ke¬hidupan bermasyarakat ini. Bukan berarti kalau kita sudah se¬lesai atau tamat sekolah, kesempatan belajarnya pun terhenti. Proses belajar sebenarnya tidak akan ada henti-hentinya sela¬ma hayat dikandung badan. Proses ini dilakukan dengan me¬manfaatkan seluruh indera kita semaksimal mungkin. Pendi¬dikan non-formal yang banyak kita temui, kita alami dalam ke¬nyataan hidup bermasyarakat, justru yang paling banyak membentuk pola berpikir dan sikap hidup kita. Inipun kalau kita benar-benar bersikap antisipatif terhadap lingkungan hidup dan kerja kita.<br />
<br />
Kita belajar dari hasil membaca, melihat kenyataan, mendengarkan pengalaman-pengalaman orang lain, merasakan dan mengalami sendiri suatu kejadian. Dari pengalaman kita inilah, kita akan mampu mengkaji sesuatu dan mematangkan kemampuan kita. Dari pola atau cara belajar demikianlah, masa pendewasaan tersebut harus kita lalui sehingga pola berpikir kita akan semakin matang, luas, mendalam dan mantap.<br />
Dalam mengkaji pengalaman tersebut, kita harus pandai-pandai menyaring agar diperoleh hasil akhir yang justru mematangkan pola berpikir kita.<br />
<br />
Selama proses pendewasaan demikianlah, saya rasa letak titik kritisnya. Banyak orang merasa kalau sudah bekerja dan berkeluarga, sasaran utamanya ialah mencari uang saja. Lain tidak. Segala upaya difokuskan untuk itu. Sejalan dengan upaya tersebut, setiap orang minimal akan berusaha untuk bisa meraih kedudukan , posisi ataupun status demi prestige dan gengsinya dalam kehidupan masyarakat. Berkembanglah praktek-praktek yang membawa ekses negatif bagi pola manajemen serta mekanisme organisasi.<br />
Kenyataan ini diperburuk dengan semakin kompleksnya perkembangan organisasi. Dalam organisasi yang membengkak timbul berbagai ekses yang cukup menghambat pertumbuhan manajemen. Antara lain timbulnya klik dan koncoisme. Sistem manajemen atau sistem operasional akan kurang bermakna karena aktivitas organisasi sepenuhnya berkiblat pada selera pucuk pimpinan.<br />
<br />
Pola manajemen dan mekanisme organisasi semacam ini wajar akan muncul bertambah mengingat latar belakang kehidupan keluarga, sosial dan masyarakat yang kita alami memang kurang menguntungkan. Kita sebagai masyarakat panutan ternyata kurang konsekuen sebab banyak senior kita yang justru kurang bisa berperan sebagai panutan yang baik. Lagi pula lingkungan kerja kitapun kurang mendorong bertumbuhnya jiwa wiraswasta yang mandiri dalam sanubari pegawai, dimana pegawai seyogyanya merupakan tenaga PILAR suatu organisasi. Tenaga PILAR yakni tenaga yang memiliki karakteristik berikut :<br />
<br />
1. “Pandai”. Tingkat kepandaiannya dapat diandalkan.<br />
2. “Inisiatif”. Kemampuan untuk mengambil inisiatif tampak nyata.<br />
3. “Lugas”. Sifat hidupnya jujur dan tegas penuh disiplin serta tanggung jawab.<br />
4.”Antisipatif”. Kemampuan untuk terhadap perkembangan lingkungan hidup atau kerjanya cukup baik.<br />
5. ”Rasional”. Pola berpikirnya sangat rasional.<br />
<br />
Seyogyanya kalau senioritas digunakan sebagai dasar penilaian pegawai, maka kita ha¬rus menganut makna senioritas yang murni tanpa mengurangi unsur prestasi Sistem senioritas tetap bisa dimanfaatkan asal diga¬bungkan dengan sistem penilaian prestasi yang berlandaskan kematangan atau kedewa¬saan pola berpikir pegawai.<br />
Dalam prakteknya. Pucuk Pimpinanlah yang menentukan segala-galanya. Pola kerja demikian sangat merugikan organisasi. Pendapat pribadi pegawai sulit dilontarkan, Bahkan nyaris tidak diberi hak untuk mengemukakan pandangannya.<br />
<br />
Selama ini tenaga-tenaga PILAR sulit dikembangkan karena memang kita sudah terlena, sudah terbawa arus pola berpikir yang lebih mementingkan prestige dibandingkan dengan prestasi.<br />
<br />
1. UNSUR SENIORITAS<br />
Dalam masyarakat paternalistik atau panutan, unsur senioritas sangat diperhatikan. Tetapi yang diperhatikan nampaknya baru senioritas dalam arti sempit yakni hanya dilihat masa kerjanya, bukan ketrampilan atau kemampuan pegawai yang dapat diperoleh selama masa kerja tersebut. Masa kerja pegawai sudah 15 (lima belas) tahun. Hanya saja selama itu pegawai kurang mau atau mampu berusaha untuk menghayati dan mendalami sifat atau karakteristik serta detail penugasan yang dibebankan kepadanya. Keluasan dan kedalaman penguasaan tugas yang bersangkutanpun setingkat dengan pengalaman kerja selama 1 (satu) tahun saja. Seyogyanya, seseorang dikatakan sudah berpengalaman kerja atau bisa dikatakan pejabat senior, apabila ia benar-benar<br />
<br />
1. Berpengalaman kerja yang dapat diandalkan bobot dan kadarnya.<br />
2. Berpengetahuan dan memiliki pandangan yang luas.<br />
3. Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup dalam, serta<br />
4. Memiliki pola berpikir yang matang dan mantap.<br />
5. Memiliki kearifan (wisdom)<br />
<br />
Apabila kita mau menganut sistem senioritas, ya harus konsekuen. Jangan hanya karena ia sudah lama bekerja lantas dikatakan senior. Unsur pengalaman sesuai penempatan tidak dihiraukan, sehingga arti senior sudah tidak murni lagi dan memberikan citra yang kurang baik.<br />
<br />
Seyogyanya kalau senioritas digunakan sebagai dasar penilaian pegawai, maka kita harus menganut makna senioritas yang murni tanpa mengurangi unsur prestasi. Tegasnya kita wajib melakukan pelurusan sistem senioritas yang selaras dengan keyakinan masyarakat kita. Melalui pendidikan dan pembinaan yang mendasar dan integral, diharapkan kita bisa mulai meluruskan sistem dan mekanisme pengorganisasian setiap unit kerja. Sistem senioritas tetap bisa dimanfaatkan asal digabungkan dengan sistem penilaian prestasi yang berlandaskan kematangan atau kedewasaan pola berpikir pegawai,<br />
<br />
2. MEKANISME PENGAMBILAN KEPUTUSAN<br />
Pengambilan keputusan dalam suatu organisasi di negara kita, sebagian terbesar dilakukan kelompok (oleh kelompok PIMPINAN) yakni berlandaskan musyawarah dan mufakat. Demikian pula keputusan yang sifatnya penting. Sayangnya, cara demikian kurang dilakukan secara konsisten , hanya setengah-tengah saja.<br />
<br />
Dengan dalih musyawarah untuk mufakat, dalam suatu organisasi sering diadakan rapat ataupun pertemuan-pertemuan konsultatif. Apapun nama pertemuan tersebut, tetapi setiap keputusan rapat relatif tidak ada yang mengikat sifatnya. Keputusan rapat nampaknya hanya sekedar keputusan di atas kertas.<br />
<br />
Dalam prakteknya, Pucuk Pimpinanlah yang menentukan segala-galanya. Pola kerja demikian sangat merugikan organisasi. Pendapat pribadi pegawai sulit dilontarkan bahkan nyaris tidak diberi hak untuk pendapatnya. Akibatnya, inisiatif, kreativitas pegawai memudar, atau malah mati impoten. Dan ini membuat kesenjangan semakin dalam. Pada gilirannya pimpinan akan kurang mampu menghayati posisi organisasinya secara obyektif lagi.<br />
<br />
Marilah kita renungkan benar-benar, apakah dengan pola kerja demikian, partisipasi pegawai dalam organisasi dapat dikembang-tumbuhkan ? Sulit untuk dikatakan saya kira. Sebab nampak adanya kecenderungan pola manajemen yang otoriterlah yang akan berkembang subur. Dan kalau diamati, tindakan otoriter tersebut sebenarnya sebagai akibat ketidak atau kekurang-matangan para senior dan kekurang-mampuan kita mengartikan istilah beserta makna :<br />
<br />
• Senioritas dan sistem pembinaan pegawai,<br />
• Pola pengambilan keputusan secara musyawarah/mufakat serta<br />
• Pola manajemen yang partisipatif.<br />
<br />
Perbaikan pola manajemen sebenarnya bisa terus digalakkan asalkan Pucuk Pimpinan dan seluruh jajaran Pimpinan organisasi benar-benar sadar akan perlunya perbaikan tersebut.<br />
<br />
<br />
Sumber :<br />
Ahmad Kurnia<br />
http://elqorni.wordpress.com/2008/05/23/persoalan-dasar-kewirausahaan-indonesia/<br />
14 Januari 2009</div>
Akanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-59302166216898449782009-11-21T15:05:00.001-08:002013-02-08T01:17:27.331-08:00Bisnis Belut<object height="285" width="340"><param name="movie" value="http://www.youtube-nocookie.com/v/BdlifEUByd8&hl=en_US&fs=1&rel=0&color1=0x2b405b&color2=0x6b8ab6&border=1"></param>
<param name="allowFullScreen" value="true"></param>
<param name="allowscriptaccess" value="always"></param>
<embed src="http://www.youtube-nocookie.com/v/BdlifEUByd8&hl=en_US&fs=1&rel=0&color1=0x2b405b&color2=0x6b8ab6&border=1" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="340" height="285"></embed></object>Akanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-66614538354982149212009-11-21T14:51:00.000-08:002013-02-08T01:17:39.875-08:00Bebek Goreng Pak Ndut<object height="285" width="340"><param name="movie" value="http://www.youtube-nocookie.com/v/L2tDQKzsXWY&hl=en_US&fs=1&rel=0&color1=0x2b405b&color2=0x6b8ab6&border=1"></param>
<param name="allowFullScreen" value="true"></param>
<param name="allowscriptaccess" value="always"></param>
<embed src="http://www.youtube-nocookie.com/v/L2tDQKzsXWY&hl=en_US&fs=1&rel=0&color1=0x2b405b&color2=0x6b8ab6&border=1" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="340" height="285"></embed></object>Akanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-14910546590750599182009-11-21T14:46:00.000-08:002013-02-08T01:17:51.009-08:00Bisnis Waryono, Seorang Office Boy<object height="285" width="340"><param name="movie" value="http://www.youtube-nocookie.com/v/zD-YeWio8QQ&hl=en_US&fs=1&rel=0&color1=0x402061&color2=0x9461ca&border=1"></param>
<param name="allowFullScreen" value="true"></param>
<param name="allowscriptaccess" value="always"></param>
<embed src="http://www.youtube-nocookie.com/v/zD-YeWio8QQ&hl=en_US&fs=1&rel=0&color1=0x402061&color2=0x9461ca&border=1" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="340" height="285"></embed></object>Akanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-48266069358339633592009-11-21T14:41:00.000-08:002013-02-08T01:17:57.623-08:00Bisnis Ikan Bawal<object height="285" width="340"><param name="movie" value="http://www.youtube-nocookie.com/v/2LJlo8BlgRE&hl=en_US&fs=1&rel=0&color1=0xe1600f&color2=0xfebd01&border=1"></param>
<param name="allowFullScreen" value="true"></param>
<param name="allowscriptaccess" value="always"></param>
<embed src="http://www.youtube-nocookie.com/v/2LJlo8BlgRE&hl=en_US&fs=1&rel=0&color1=0xe1600f&color2=0xfebd01&border=1" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="340" height="285"></embed></object>Akanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-44581429410893988842009-05-18T20:15:00.000-07:002013-02-08T01:18:14.828-08:00Es Teler 77, Sukses Bermula di Emper Mall<a href="http://1.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/ShIlRaw_iII/AAAAAAAAAHI/-mmSBddwX4M/s1600-h/es+telerr+77" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5337369489560275074" src="http://1.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/ShIlRaw_iII/AAAAAAAAAHI/-mmSBddwX4M/s400/es+telerr+77" style="cursor: hand; cursor: pointer; float: right; height: 290px; margin: 0 0 10px 10px; width: 288px;" /></a><br />
SIAPA sangka hanya bermodalkan Rp 1 juta, bisa menjual es teler hingga Singapura? Tentunya tak seketika juga. Bisnis keluarga ini bermula ketika Murniati Widjaja, generasi pertama perintis bisnis, memenangkan juara kompetisi memasak dengan membuat minuman tradisional Indonesia itu.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Saat itu pada 1982. Murniati dengan dukungan suaminya membuka restoran khusus es teler yang diberinya nama Es Teler 77. Dua angka di belakang bukan tanpa makna. Bagi keluarga Widjaja, 77 merupakan nomor keberuntungan.<br />
<br />
Modal Rp 1 juta dipakainya untuk mendirikan tenda kecil di emper pusat perbelanjaan Duta Merlin, Harmoni, Jakarta Pusat. Terkadang, dagangannya terpaksa tutup ketika hujan mendera dan genangan mulai meninggi. "Saat itu karyawan kami tak lebih dari lima orang," kata Wakil Presiden Direktur PT Top Food Indonesia, pemegang master franchise Es Teler 77, Anton Widjaja, di Jakarta. <br />
<br />
Pada 1987, franchise pertama dibuka di Solo Jawa Tengah. Namun saat ini, Es Teler 77 telah mencapai 180 cabang dan mempekerjakan dua ribu orang, hampir di seluruh provinsi ada.<br />
<br />
Potensi pasar setiap daerah disebutnya berbeda-beda. Sudah ada pergeseran tren tingkat kehidupan masyarakat daerah menjadi lebih konsumtif karena banyaknya pusat perbelanjaan yang dibuka. <br />
<br />
Es Teler 77 menetapkan standar yang sama untuk semua outletnya. Sehingga bagi daerah yang tidak mempunyai sentral kitchen, bahan baku harus didatangkan dari Jakarta. Sedangkan sentral kitchen hanya ada di Jakarta dan Medan, serta satu di Singapura. "Hambatan terbesar ada dalam penyediaan bahan baku," katanya. <br />
<br />
Jadi daerah yang jauh dari sentral kitchen akan ada penambahan biaya distribusi. Anton mengaku penambahan biaya distribusi tidak dibebankan pada harga jual produknya.<br />
<br />
"Tidak ada kenaikan harga secara otomatis, tapi kami menerapkan tiga level biaya dari yang rendah hingga yang tertinggi. Untuk daerah yang biaya distribusinya tinggi diterapkan level harga tertinggi," ujarnya.<br />
<br />
Tak hanya di dalam negeri, Es Teler 77 telah go international ke Singapura dan Australia, masing-masing tiga outlet. "Kami sedang bersiap merambah Beijing dan Jeddah dengan mengikuti pameran di sana pada Mei ini," kata Anton yang merupakan generasi kedua dari bisnis ini.<br />
<br />
Merambah luar negeri, Anton menyatakan, telah mendaftarkan hak cipta merek dagangnya. "Penting untuk mengamankan terlebih dulu hak cipta untuk menghindari copy cat dan penyalahgunaan merek," ujarnya.<br />
<br />
Keinginan untuk go international Anton mengakui tidak berorientasi pada keuntungan. Tidak bisa dianggap profit centre, untuk survei ke luar negeri saja membutuhkan biaya yang banyak.<br />
<br />
Menginjakkan kaki ke Singapura dan Australia hanya untuk membangun merek. "Semacam visi tersendiri bahwa usaha kami bisa merambah global," kata Anton.<br />
<br />
Lagipula dengan menjual cita rasa khas Indonesia warga negara Indonesia yang hampir tersebar di seluruh dunia menjadi sumber pelanggan utama. Ditambah dengan komunitas yang dibangun dengan masyarakat lokal, di sana akan mengembangkan pasar.<br />
<br />
Selain itu, alasan memilih negara seperti Jeddah dan Beijing juga karena karakter selera yang tidak jauh berbeda. Kalau di Jeddah karena banyak yang umroh dan bekerja di sana, maka menjadi pasar yang cukup besar, permintaan di dua negara itu juga banyak.<br />
<br />
Sedangkan Beijing, akan menjadi pasar yang menjanjikan mengingat karakter masakan di kawasan Asia akan mengglobal. "Lihat saja di mall-mall Indonesia, tidak hanya masakan Indonesia tapi juga ada masakan China, Thailand, atau Vietnam," ujarnya.<br />
<br />
Hingga saat ini, Es Teler 77 telah membuka dua resto cepat saji, yakni di Jalan Aditiawarman dan Pantai Indah Kapuk. Menu andalan tetap pada es teler, bakso, dan mie ayam. "Itu menu-menu pertama kami," katanya.<br />
<br />
Seiring berjalannya waktu, menu-menu baru hasil kreasi sendiri mulai bermunculan, seperti siomay, pisang bakar, roti bakar, nasi goreng, ayam goreng, dan sop buntut.<br />
<br />
Bagi pemula waralaba, Anton membagi sedikit resep. Sebenarnya tidak terlalu sulit menjalankan bisnis, yang penting harus sadar bahwa konsep bisnis yang jelas merupakan faktor utama untuk dijual, dan kemudian harus fokus pada brand. Untuk fokus di brand yang sudah dibangun, perlu adanya standarisasi dalam produk.<br />
<br />
Usahawan juga harus mau mulai dari bawah dan bertahap untuk mendapatkan kesuksesan. "Yang lain, dipertajam dengan pelatihan-pelatihan," ujarnya.<br />
<br />
Anton sengaja membidik segmen menengah ke bawah untuk usahanya. Agar usahanya tidak terlalu suka buka di mall yang mahal biaya sewanya. Balik modal rata-rata terjadi dalam dua tahun. Berbeda-beda tergantung lokasinya. Kadang di daerah malah bisa setahun balik modal, karena di sana investasi murah dan belum banyak saingan. (Hadi Suprapto, Elly Setyo Rini, 19 Mei 2009).<br />
<br />
Sumber :<br />
http://bisnis.vivanews.com/news/read/58943-es_teler_77__sukses_bermula_di_emper_mall<br />
19 Mei 2009<br />
<br />
Sumber Gambar :<br />
http://id.media2.88db.com/DB88UploadFiles/2008/02/21/5D43E8BE-B12F-42E8-A02D-3CF2E009E5DD.jpgAkanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-3796961382951486232009-04-11T21:32:00.000-07:002013-02-08T01:18:23.119-08:00The Call of the Entrepreneur<object height="344" width="425"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/pem0ZSsMQVA&hl=en&fs=1"></param>
<param name="allowFullScreen" value="true"></param>
<param name="allowscriptaccess" value="always"></param>
<embed src="http://www.youtube.com/v/pem0ZSsMQVA&hl=en&fs=1" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="425" height="344"></embed></object>Akanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-30229888645742915222009-04-11T21:23:00.000-07:002013-02-08T01:18:34.170-08:00Kewirausahaan Sosial Muhammad Yunus<a href="http://4.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SeFtyAAEhjI/AAAAAAAAAGw/GkhX8NTHBX0/s1600-h/yunus_borrowers2_photo.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5323656940289820210" src="http://4.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SeFtyAAEhjI/AAAAAAAAAGw/GkhX8NTHBX0/s400/yunus_borrowers2_photo.jpg" style="cursor: hand; cursor: pointer; float: right; height: 275px; margin: 0 0 10px 10px; width: 400px;" /></a><br />
<a href="http://1.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SeFtaUYsZmI/AAAAAAAAAGo/wv_KZsg6yTI/s1600-h/yunus.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5323656533444945506" src="http://1.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SeFtaUYsZmI/AAAAAAAAAGo/wv_KZsg6yTI/s400/yunus.jpg" style="cursor: hand; cursor: pointer; float: right; height: 400px; margin: 0 0 10px 10px; width: 258px;" /></a><br />
Ia membongkar pandangan tentang kebodohan dan kemalasan, kutukan dan ketidakmungkinan ciptaan sistem ekonomi-politik, budaya, dan birokrasi, yang membuat orang miskin tetap miskin, tetapi kemiskinan menjadi proyek utang.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Ia percaya tesis besar kapitalisme tentang sistem ekonomi yang kompetitif, tetapi menolak ketamakan. Ia menyodorkan konsep kewirausahaan sosial, yang terbukti membawa perubahan multidimensi bagi kaum miskin, khususnya perempuan.<br />
<br />
Mohammad Yunus (67) adalah orang besar. Bukan hanya karena penghargaan Nobel Perdamaian tahun 2006, tetapi terutama karena berani membongkar keangkuhan di dalam dirinya, dengan mengakui bahwa teori-teori ekonomi yang ia ajarkan di ruang kelas kosong di hadapan kelaparan dan kemiskinan yang mencekik. Ia adalah orang besar karena mau belajar dari orang miskin.<br />
<br />
Perjalanannya untuk membuktikan bahwa orang miskin bukan beban adalah perjuangan yang heroik. Ia membongkar seluruh arogansi yang menempelkan stigma, mendiskriminasi, dan mengintimidasi orang miskin.<br />
<br />
Ia mendefinisikan konsep pembangunan sebagai proses perubahan yang kompleks, dan meyakini pembangunan akan mandek kalau orang miskin dibiarkan pada posisi penerima sedekah. Ia membongkar kepalsuan tentang pelatihan dari pihak pemberi utang.<br />
<br />
“Orang-orang miskin itu cerdas. Yang dibutuhkan hanya akses,” ujarnya ketika menjelaskan mengenai program Grameen Bank untuk pengemis tahun 2003, dalam ceramah pada forum terbatas di Kantor Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jakarta, Kamis (9/8) siang. Ia percaya sedekah akan merampas insentif orang miskin, mengerdilkan kreativitasnya, dan merampas harga diri mereka.<br />
<br />
Sekitar 100.000 pengemis kini bergabung dengan program bebas bunga, bisa membayar kapan saja dan berapa saja, dan 5.000 di antaranya sudah berhenti mengemis. “Orang miskin itu seperti bonsai. Ibarat menanam bibit terbaik dari pohon tinggi di pot kembang sehingga pohonnya tidak tumbuh baik.”<br />
<br />
Ia meyakini, kemiskinan diciptakan oleh struktur, kebijakan dan sistem di masyarakat. “Yang diperlukan adalah lingkungan yang memungkinkan kreativitasnya berkembang,” lanjutnya.<br />
<br />
Kredit mikro tanpa agunan yang dimulai sejak 32 tahun lalu di satu desa itu kini berkembang ke 78.658 desa dengan 7,21 juta nasabah, 97 persennya perempuan. Stafnya berkembang dari tiga menjadi 23.345.<br />
<br />
Uang yang berputar secara kumulatif berjumlah sekitar enam miliar dollar AS, 80 persen keluarga miskin sudah dijangkau program kredit mikro bank yang tidak lagi menerima bantuan dari donor sejak tahun 1995. Dalam wawancara setelah acara usai, ia mengatakan, bank milik kaum miskin itu mempunyai 25 perusahaan di bawah nama Grameen.<br />
<br />
Wirausaha sosial<br />
<br />
Bisnis wirausaha sosial atau social business entrepreneurship (SBE) adalah hasil pergulatan panjang Yunus. SBE berbeda dengan corporate social responsibility (CSR) yang dipromosikan korporasi pemburu laba.<br />
<br />
Dasar SBE adalah kesadaran sosial, bukan maksimalisasi laba. Kalau ruang untuk kesadaran sosial itu dibuka, banyak persoalan sosial bisa diatasi dan kehidupan bisa diarahkan ke taraf perdamaian, kesetaraan, keadilan serta kreativitas yang lebih tinggi.<br />
<br />
Namun, ia tidak mengatakan bahwa SBE memberikan jawaban bagi semua masalah sosial. Ia percaya pada tahapan-tahapan. Ketika membuat Grameen Bank pun, ia tak punya cetak biru. Setiap langkah menuntunnya ke langkah berikutnya. Ia menikmati perjalanan itu sehingga sulit berhenti. Ia yakin suatu program baru diketahui hasilnya kalau sudah dicoba.<br />
<br />
Menurut Anda apa pengusaha akan tertarik dengan ide itu?<br />
<br />
Saya kira akan banyak pengusaha tertarik, juga orang-orang biasa karena setiap orang punya dimensi lebih luas dari sekadar menjadi mesin pencari uang. Beri mereka ruang untuk mengekspresikannya. Misalnya seseorang yang prihatin pada nasib anak-anak di jalanan, lalu ia memberi 100 dollar ke bisnis sosial. Perusahaan membantu anak-anak agar tak berkeliaran lagi. Investasi itu bisa diambil lagi karena ini bisnis, bukan sedekah. Saya juga bilang mengapa tidak membuat pasar saham sosial.<br />
<br />
Bagaimana di Banglades?<br />
<br />
Baru di tingkat gagasan karena Banglades belum merupakan pasar yang besar untuk itu. Yang dapat dilakukan sekarang adalah membuat bursa saham sosial di internet, lalu kita listing misalnya dua bisnis sosial di Indonesia, lima di China, 20 di India, 10 di Banglades. Kita lihat apa yang terjadi.<br />
<br />
Bagaimana posisi Grameen dalam sistem ekonomi dunia?<br />
<br />
Sistem keuangan saat ini tidak lengkap dan eksklusif karena hanya melayani sebagian orang. Sebagian besar lainnya tidak teraih tanpa alasan apa pun. Kami sudah membuktikan ada sistem keuangan untuk orang miskin yang berkelanjutan.<br />
<br />
Kita butuh uang untuk mendapat uang, tetapi tidak ada sistem untuk mendapatkan uang pertama. Jadi, orang tetap tergantung pada yang lain. Itu sebab utama mengapa orang tetap miskin. Mereka tak dapat menggunakan tenaga dan kapasitasnya. Yang dibutuhkan hanya bantuan supaya kemampuan itu muncul.<br />
<br />
Isunya adalah kepercayaan....<br />
<br />
Sistem sekarang didasarkan pada ketidakpercayaan. Kita dilatih untuk tidak percaya kepada orang lain. Kalau ingin dapat pinjaman akan dilihat dulu berapa kekayaan Anda, lalu ada perjanjian-perjanjian hukum. Asumsinya, penerima kredit tidak mengembalikan pinjamannya. Jadi, harus disiapkan sesuatu.<br />
<br />
Kegiatan kami didasarkan pada kepercayaan. Kami yang datang pada mereka, bukan sebaliknya, karena setiap kantor, sesederhana apa pun, adalah ancaman bagi orang miskin dan buta huruf. Orang yang datang minta bantuan selalu pada posisi lebih lemah.<br />
<br />
Kegiatan Anda dicurigai oleh kelompok kiri dan kanan.…<br />
<br />
Sesuatu yang baru selalu mengundang kecurigaan dan itu biasanya terkait dengan kepentingan. Kelompok kiri bilang. Anda membawa kapitalisme ke akar rumput. Jadi, revolusi sosial tak bisa dilakukan.<br />
<br />
Membalik asumsi<br />
<br />
Kerja paling keras yang dilakukan Yunus beserta timnya adalah membongkar struktur budaya yang menempatkan perempuan miskin di lapisan terbawah penindasan.<br />
<br />
Kerja pemberdayaan membuat kegiatan Grameen Bank sempat dituduh bertentangan dengan agama dan merusak budaya purdah, yakni praktik budaya yang memisahkan perempuan dari kegiatan di ruang publik. Dalam buku Banker to the Poor (1998), ia menulis tentang tuduhan mengajak orang pindah agama.<br />
<br />
“Dalam sistem budaya yang menyubordinatkan perempuan, pemberdayaan adalah ancaman terhadap otoritas,” jawabnya ketika ditanya mengenai hal itu.<br />
<br />
“Perempuan berbisnis dikatakan bertentangan dengan nilai-nilai agama, lalu ditakut-takuti. Kami katakan, istri pertama Nabi Muhammad SAW, Siti Khadijah, adalah saudagar yang berhasil. Sebelum menikahi Khadijah, Nabi bekerja padanya. Kami menggunakan agama untuk mendorong perempuan. Lagi pula mereka berbisnis di rumah.”<br />
<br />
Dalam ceramah ia mengatakan, Grameen Bank tidak bertentangan dengan Syariah karena tujuannya bukan laba maksimal. Laba diperlukan untuk biaya operasi dan sisanya dikembalikan untuk berbagai pelayanan sosial yang terjangkau masyarakat miskin. Nasabah Grameen Bank, kaum miskin itu, adalah pemilik bank itu.<br />
<br />
Hasil banyak kajian memperlihatkan setelah perempuan terpapar akses ekonomi, memiliki rekening bank, punya penghasilan, dan menjadi lebih independen, hubungan suami-istri berubah total. Kekerasan dalam rumah tangga jauh berkurang. Banyak perempuan menjadi penghasil utama dalam keluarga. Para suami menaruh respek pada mereka. Anak-anak sekarang bersekolah. Dulu tidak tahu gunanya sekolah.<br />
<br />
Namun, Banglades selalu menyimpan persoalan sosial yang serius karena 40 persen wilayahnya terletak satu meter di bawah permukaan laut dan kenaikan permukaan laut rata-rata tiga milimeter per tahun sejak 30 tahun lalu.<br />
<br />
“Tentang tuduhan mempromosikan kapitalisme AS, sekarang Vietnam adalah salah satu promotor kredit mikro. Kami ditunjuk menjadi penasihat gubernur di Provinsi Hainan, diundang ke Provinsi Sechuan, dan Mongolia. Jadi, bukan soal AS atau China. Sistem ini bekerja untuk rakyat. Itu sebabnya saya berada di Indonesia,” lanjutnya.<br />
<br />
Anda pernah ke Indonesia ?<br />
<br />
Saya ke Indonesia tahun 1991 dan 1992 karena diundang lembaga pelatihan Bank Indonesia. Mereka membawa saya ke berbagai tempat di mana program kredit mikro berjalan. Proyek itu namanya Karya Usaha Mandiri.<br />
<br />
Mengapa sistem seperti Grameen Bank tak bisa berjalan di Indonesia?<br />
<br />
Sebenarnya ada beberapa program serupa, seperti yang saya kunjungi di Bogor kemarin. Alasan mendasarnya adalah tidak ada sumber dana meskipun mereka punya kemampuan dan tahu bagaimana melakukannya. Di Banglades kami menciptakan wholesale fund yang bisa dipinjam oleh NGO. Saya bilang ke pengusaha di kamar dagang dalam pertemuan tadi (Kamis, 9/8) pagi, mengapa tidak menciptakan dana seperti itu, mengapa harus menunggu pemerintah.<br />
<br />
Dana itu bukan derma. Anda meminjamkan. Ini satu cara. Cara lain adalah undang-undang baru supaya bisa membuat bank untuk kredit mikro.<br />
<br />
Banjir Perhatian<br />
<br />
Muhammad Yunus tampak bersahaja meskipun lebih dari 250 lembaga di hampir 100 negara mengadopsi program kredit mikro berdasarkan model Grameen Bank yang dia dirikan bersama muridnya tahun 1983.<br />
<br />
Grameen, seperti dituturkan Yunus, memberi pinjaman untuk usaha, perumahan, biaya pendidikan, dan usaha mikro. Sejak diperkenalkan tahun 1984, kredit perumahan berhasil mendirikan 640.000 rumah yang dimiliki perempuan.<br />
<br />
Bagaimana penghargaan Nobel memengaruhi Anda?<br />
<br />
Penghargaan ini memberi pengaruh sangat besar. Sebelum Nobel saya menerima banyak penghargaan bergengsi, tetapi tidak pernah mendapat liputan di media massa karena mungkin pembaca tidak terlalu tertarik.<br />
<br />
Penghargaan Nobel berbeda. Begitu penerimanya diumumkan, setiap surat kabar di dunia memuat berita tersebut di halaman pertama dengan foto dan memberitakan mengapa orang tersebut menerima penghargaan Nobel. Penerima penghargaan ini mendapat banjir perhatian dari seluruh dunia.<br />
<br />
Saat perhatian dunia begitu besar, kami coba mengartikulasikan yang kami rasakan dan mengatakan apa yang seharusnya dilakukan. Dengan bantuan media, hal tersebut dapat disampaikan kepada banyak orang dan mendapat perhatian penuh dari masyarakat bahwa ada isu sangat penting, yaitu kemiskinan, layanan keuangan, masalah lingkungan, semua merupakan satu kesatuan.<br />
<br />
Kami dengar Anda ingin mencalonkan diri menjadi presiden?<br />
<br />
Tidak, tidak.... Januari lalu, karena situasi di Banglades semua macet, korupsi, dan lain-lain, orang mengatakan, “Kalau kamu masuk ke politik, setiap orang akan mendukung dan kita akan memiliki politik yang lebih bersih, pemerintahan yang lebih bersih.” Situasi darurat saat itu membuka peluang ini.<br />
<br />
Lalu saya katakan, “Baiklah, saya akan masuk politik dan bikin partai.”<br />
<br />
Selama dua bulan di sana saya melihat kesulitan-kesulitannya dan situasi yang tidak memungkinkan. Lalu saya katakan, “Ini bukan saat yang tepat untuk saya dan saya tidak ingin berada di dalamnya.” Jadi, saya mundur dari politik dua bulan kemudian, pada bulan Maret.(Ninuk MP/Maria Hartiningsih)<br />
<br />
Sumber:<br />
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0708/12/persona/3759432.htm<br />
12 April 2009<br />
<br />
Sumber Gambar:<br />
http://nobelprize.org/nobel_prizes/peace/laureates/2006/yunus_borrowers2_photo.jpg<br />
http://www.microfinance.ws/weblog/images/yunus.jpgAkanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-8862555079364487962009-03-20T01:53:00.000-07:002013-02-08T01:19:06.415-08:00PENDIDIKAN YANG MEMBANGUN KEMAKMURAN - BUKAN SEKEDAR MENIADAKAN740.206 lulusan Perguruan Tinggi (2007) yang menganggur adalah bukti nyata bahwa Indonesia sudah kelebihan pasokan pencari kerja dan kekurangan pasokan pencipta kerja. Pendidikan kita telah berhasil menghasilkan lulusan dengan tanda lulus belajar untuk masuk ke pasar kerja namun sayangnya kenaikan jumlah lapangan kerja kalah cepat dengan kenaikan jumlah lulusan. <br />
<a name='more'></a>Tanpa terobosan baru dalam bidang pendidikan maka sekolah dan perguruan tinggi kita akan menjadi "pabrik" penghasil pengangguran khususnya para penganggur muda yang terdidik. Kondisi ini akan jadi sumber berbagai kekacauan dan bencana sosial yang mengerikan.<br />
Sangat ironis bila kita mengingat fakta bahwa Indonesia tercinta adalah zamrud khatulistiwa yang limpah dengan kekayaan alam dan budaya. Rakyat Indonesia ternyata belum berhasil mengolah karunia TUHAN Yang Maha Esa menjadi kesejahteraan bagi dirinya, keluarganya dan bagi bangsanya. Ini adalah sebuah bukti bahwa manfaat ekonomis yang terbesar memang bukan berpihak kepada siapa yang memiliki atau memperoleh kekayaan alam tapi berpihak kepada mereka yang mampu memasarkan produk kepada pasar dengan nilai tambah terbesar. Inilah hukum pasar dan siapa saja yang berada di dalam pasar harus tunduk kepada hukum ini. Oleh karena itu tanpa kecakapan entrepreneurship (kecakapan mengelola pasar) cita-cita generasi muda untuk lepas dari kemiskinan dan bangkit meraih kemakmuran tampaknya hanya jadi sebuah utopia <br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Pendidikan Menjadi Bagian Dari Masalah</span><br />
Pendidikan yang terjadi diseluruh dunia pada dasarnya membangun manusia-manusia pekerja. Sumber daya manusia yang kaya dengan ragam potensi telah berhasil kita masukkan dalam cetakan yang seragam yaitu dibentuk untuk jadi pencari kerja. Strategi ini tidak salah bila industri terus bertumbuh secepat pasokan tenaga kerja dan kemajuan teknologi berpihak penuh pada kaum pekerja. Pada kenyataannya sekarang Indonesia bukan satu-satunya pilihan terbaik untuk industri dunia, tetangga-tetangga kita seperti Vietnam, Kamboja dll makin ramah dan makin menarik bagi investor. Selain itu kemajuan teknologi di satu sisi menciptakan lapangan kerja di pihak lain menjadi senjata pemusnah masal lapangan kerja yang terbaik. Sebagai contoh, mesin ATM yang menawarkan solusi dan pelayanan yang canggih mampu bekerja 24 jam dan paling tidak setiap mesinnya menggantikan 3 orang pekerja. Sadarkah kita bahwa puluhan ribu ATM di tanah air yang telah kita undang dan sambut itu ternyata meniadakan barangkali ratusan ribu lapangan kerja kasir? <br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Pendidikan Dengan Orientasi Baru Adalah Solusi </span><br />
Pendidikan dengan orientasi yang baru harus dapat menjawab pernyataan Nicholas Negroponte (penggagas laptop US$ 100) sebagai berikut: "Pada tahun 2020 kebanyakan atasan adalah diri sendiri..." Ini adalah tentang sebuah pekerjaan yang diciptakan oleh diri sendiri, atau menjadi entrepreneur. Oleh karena itu kita harus memiliki sebuah orientasi baru dalam pendidikan yaitu hadirnya pendidikan entrepreneurship yang ikut memperkaya pendidikan nasional. Kita harus memberikan inspirasi dan pelatihan entrepreneurship kepada generasi muda kita sejak dini sesegera mungkin karena memang mendidik orang hanya jadi pekerja adalah strategi masa lampau yang sudah tidak cocok lagi untuk menghadapi tantangan masa kini dan masa depan. <br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bukan Hanya Keluar Dari Kemiskinan</span><br />
Pembelajaran entrepreneurship bukan hanya akan menghasilkan manusia-manusia masa depan yang dapat bebas dari kemiskinan namun para entrepreneur yang bertumbuh dan berhasil adalah sumber-sumber kesejahteraan masyarakat yang dapat kita andalkan. Dari kegiatan entrepreneurship dapat kita harapkan lapangan pekerjaan baru, berbagai kutipan pajak, masyarakat yang sehat dan kota-kota yang terbangun melalui swadaya masyarakat. Pendidikan entrepreneurship adalah senjata penghancur massal untuk pengangguran dan kemiskinan sekaligus jadi tangga menuju impian setiap warga masyarakat untuk mandiri secara finansial, memiliki kemampuan membangun kemakmuran individu dan sekaligus ikut membangun kesejahteraan masyarakat. <br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Berdiri Diatas Kaki Sendiri</span><br />
Untuk membangun kemakmuran kita patut dan harus berdiri diatas kaki sendiri. Untuk cita-cita ini kita tidak bisa bergantung pada negara-negara lain. Negara-negara maju mungkin prihatin dan peduli bila kita lapar dan miskin namun jangan harapkan bantuan dari mereka bila kita ingin makmur dan sejahtera. Kita bersama patut memiliki keyakinan kuat bahwa anugerah TUHAN Yang Maha Esa bagi Indonesia lebih dari cukup bahkan melimpah apakah itu kekayaan alam raya maupun sumber daya manusia untuk menjadi modal membangun bangsa yang sejahtera dan kuat. Namun kita harus melakukan bagian kita yaitu mengolah anugerah TUHAN tersebut agar dapat disambut pasar dan dijadikan kesejahteraan rakyat. Sebuah jalan sangat penting untuk mencapaicita-cita itu adalah kecakapan entrepreneurship yang menyebar luas di seluruh negeri dan pendidikannya dilakukan sejak dini. <br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Sumber:</span><br />
Antonius Tanan - University of Ciputra Entrepreneurship Center. 25 Sept 2008<br />
http://www.ciputra.org/node/482/pendidikan-yang-membangun-kemakmuran-bukan-sekedar-meniadakan.htm. 20 Maret 2009<br />
<br />
Sumber Gambar:<br />
http://lh6.ggpht.com/_GXTQMdvjnWs/SQuXAfi1OtI/AAAAAAAAASc/fWMXccxCYqA/s400/carikerja.jpgAkanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-22936132615204739762009-03-20T00:27:00.000-07:002013-02-08T01:19:33.611-08:00PENDUAN MEMULAI BISNIS UNTUK PEGAWAI KANTORAN (PEMULA)<a href="http://www.pertambanganbumiindonesia.co.id/gbr%20artikel/man_at_work.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" src="http://www.pertambanganbumiindonesia.co.id/gbr%20artikel/man_at_work.jpg" style="cursor: hand; cursor: pointer; float: right; height: 193px; margin: 0 0 10px 10px; width: 200px;" /></a><br />
Bagi pekerja kantoran atau karyawan entah di swasta ataupun pegawai negeri, membangun bisnis online ataupun offline adalah hal yang mungkin tidak pernah terpikirkan. <br />
<a name='more'></a>Berdasarkan pengalaman saya, sekitar 80% dari mereka mengatakan bahwa bisnis bukanlah jalur hidup mereka atau mereka merasa tidak memiliki bakat berbisnis sehingga mereka mengesampingkan bisnis sebagai alternatif atau tujuan utama dalam hal mencari rejeki. Padahal di tengah sulitnya ekonomi Indonesia saat ini, membangun bisnis harusnya merupakan kewajiban bagi tiap warga negara. Mengapa kita harus mulai membangun bisnis?<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">1.Agar Memiliki Pendapatan Cadangan Diluar Gaji Kantor.</span><br />
Mengandalkan penghasilan dari pekerjaan sebagai pegawai kantoran cukup riskan. Apalagi ekonomi Indonesia masih sulit untuk bangkit. PHK atau perusahaan bangkrut adalah hal yang lazim terjadi. Dengan mulai membangun bisnis, anda memiliki income cadangan jika sewaktu-waktu terkena PHK atau perusahaan gulung tikar. Apalagi jika anda sudah berumah tangga dan hanya mengandalkan penghasilan dari satu orang saja bisa berbahaya jika tiba-tiba terkena PHK. Rumah tangga bisa terguncang bahkan tak jarang yang bunuh diri/gila gara-gara ekonominya tiba-tiba ambruk. Tidak ada jaminan perusahaan yang besar sekalipun akan survive terus menerus.<br />
<br />
Kesalahan terbesar pekerja kantoran adalah mereka terbius oleh “zona kenyamanan” yaitu mendapat gaji rutin tiap bulan. Dengan pendapatan rutin seperti ini, bisnis tidak dipikirkan. Waktunya terlalu sibuk untuk bekerja. Ketika terkena PHK barulah mereka menjerit-jerit, menggelar demo besar-besaran. Beberapa dari mereka yang beruntung mendapat pesangon langsung menggunakannya untuk ikutan bisnis yang ia tidak memiliki pengetahuan/pengalaman sama sekali. Akibatnya ia tertipu atau bangkrut. Dunia serasa kiamat.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">2. Membantu Pemerintah Mengatasi Pengangguran</span><br />
Jangan sekali-kali mengandalkan pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan. Pemerintah tidak bisa diandalkan dalam hal menciptakan lapangan pekerjaan. Jangan menunggu! kita sendiri yang harus bergerak!. Pengangguran di Indonesia sudah terlalu banyak bahkan yang bergelar S1-S2 turut meramaikan komunitas pengangguran. Dengan kita mulai membangun bisnis, minimal bisa menolong diri kita sendiri dari ancaman pengangguran. Syukur-syukur jika bisnis berkembang, kita malah bisa merekrut orang untuk dijadikan pegawai. Dengan merekrut orang jadi pegawai, berati kita turut menciptakan lapangan kerja dan ini sangat membantu pemerintah mengatasi pengangguran.<br />
Pemerintah juga seharusnya giat mengkampanyekan “Gerakan Wirausaha Nasional” agar banyak tercipta lapangan kerja dari para pebisnis. Mindset sebagian warga Indonesia harus diubah bahwa setelah selesai sekolah/kuliah tidak mesti harus cari lowongan kerja.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">3. Sebagai Sarana untuk Menolong orang lain</span><br />
Saya pernah berbisnis burger dengan modal sekitar 2,5 juta/counter. Saya punya beberapa counter di beberapa minimarket. Yang saya rekrut pada saat itu adalah orang-orang yang membutuhkan pekerjaan dan tentu tidak malu untuk jualan burger. Beberapa orang yang menurut saya pengangguran kelas berat ternyata menolak menjadi pegawai counter burger dengan alasan “gengsi” jualan burger di depan minimarket. Saya lantas berpikir, pantas saja hidup mereka susah terus.. la wong kerja halal saja koq pake gengsi. Padahal jelas sekali gengsi tidak bisa membuat kita kaya. Justru kalau nanti kaya sudah pasti kita bergengsi hehehe. Waktu itu saya baru tahu bahwa kondisi miskin itu diciptakan oleh mindset (pemikiran) mereka sendiri. Mereka maunya instan : dapat uang tanpa perlu kerja keras. Saat tulisan ini dibuat, mereka masih memilih menjadi tukang parkir gelap/serabutan atau menjadi polisi cepek dijalanan. Padahal jika mau jualan burger, penghasilan mereka jelas lebih tinggi, apalagi jika jualannya laku keras pasti akan dapat komisi lagi.<br />
<br />
Akhirnya saya dapat pegawai dari kalangan ibu-ibu. Mereka tidak masalah harus jualan burger, yang penting anaknya tetap bisa sekolah karena suaminya jadi pengangguran akibat PHK. Meskipun hanya jualan burger, Alhamdulilah bisa membantu orang lain yang membutuhkan.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">4. Sebagai Persiapan Pensiun</span><br />
Pensiun berarti hilangnya pendapatan berupa gaji. Kita hanya akan mendapat tunjangan semacam jamsostek atau tunjangan hari tua. Bagi yang terbiasa kerja, pensiun bisa menyebabkan post power syndrome dimana seseorang akan mengalami stress, merasa tidak berharga lagi bahkan cenderung temperamental. Dengan memulai bisnis sejak menjadi karyawan, maka ketika pensiun tiba kita tetap bisa beraktivitas mengurusi bisnis. Dengan memiliki bisnis setelah pensiun kita pun tidak melulu tergantung secara finansial kepada anak.<br />
<br />
Manfaat lain jika kita memulai bisnis saat menjadi karyawan adalah dapat memotong learning curver (kurva belajar). Bisnis adalah belajar yang tiada henti. Jika kita baru membangun bisnis setelah pensiun maka kita harus belajar semuanya dari awal sehingga resiko kegagalan pun semakin besar. Lain halnya jika kita memulai bisnis sejak dini, skill wirausaha kita terasah, mental semakin kuat dan pengalaman dilapangan akan membuat kita menjadi kian matang seiring dengan pertambahan umur.<br />
Jika bisnis yang kita bangun telah berkembang pesat, maka anda bisa menjadikan bisnis sebagai warisan bagi anak-cucu kita kelak. Anak-cucu kita minimal tidak ikut-ikutan menjadi Barisan Pengangguran Indonesia.<br />
<br />
Berikut ini beberapa tips untuk anda dalam hal memulai bisnis :<br />
<br />
A. <span style="font-weight: bold;">Tetapkan Tujuan Anda Membangun Bisnis.</span> Apa tujuan anda membangun bisnis? untuk cari tambahan penghasilan? sekedar coba-coba? bosan diperintah atasan? ingin membantu orang lain? . Niat inilah yang akan menentukan daya tahan anda di bisnis. Kalau sekedar coba-coba, bisa dipastikan anda akan mudah putus asa jika menghadapi kendala nantinya. Membangun bisnis berbeda dengan bekerja dikantoran.<br />
Ketika menjadi karyawan kita tinggal menjalankan tugas melalui arahan dari atasan/bos. Tapi dibisnis, kita sendirilah yang harus merencakan sekaligus mengeksekusi segala keputusan. Di bisnis, kita belajar menjadi pemilik usaha. <br />
<br />
Minimal kita adalah bos bagi diri sendiri. Jika nantinya punya karyawan maka anda adalah bos bagi karyawan tersebut. Dengan demikian, di bisnis kita harus mampu juga untuk mengatur anak buah, bekerja sama dengan partner bisnis, menyusun strategi bisnis dll. Kita nantinya akan belajar banyak hal mulai dari soal keuangan, mencari pemodal, partner bisnis, memotivasi diri sendiri/anak buah, menghadapi kendala dll. So… kalaupun nantinya kita bangkrut di bisnis, percayalah bahwa tidak ada yang sia-sia. Bisnis boleh bangkrut tapi ilmu kita akan bertambah, intuisi bertambah tajam dan ini akan menjadi modal selanjutnya untuk kembali bangkit membangun bisnis lainnya. <br />
<br />
Boleh dibilang hampir tidak ada pebisnis yang memulai bisnis dari awal lalu langsung sukses. Biasanya kita harus trial error dari satu bisnis ke bisnis lain sampai menemukan yang cocok. Jadi dengan memulai bisnis pada saat jadi karyawan paling tidak kita sudah mengumpulkan banyak pengalaman berbisnis. Mau sukses di bisnis boleh dibilang harus “babak belur” dulu di awal. Babak belur yang dimaksud mencakup : kena tipu, kemalingan barang, web kena hack, bangkrut dll. Itu semua akan jadi pengalaman dan ilmu yang berharga untuk kejayaan bisnis kita di masa depan.<br />
<br />
B. <span style="font-weight: bold;">Pilihlah bisnis yang merupakan hobi/kesenangan anda</span>. Jika anda hobi memasak, bisa dimulai dengan membuka rumah makan atau membeli franchise bisnis kuliner. Jika anda seorang webmaster, maka bisa membuat website atau blog yang dapat menghasilkan uang melalui program affiliate, Pay per Review semacam blogvertise, sponsoredreview atau ikut program Pay per Click semacam google adsense, adbrite, bidvertiser dll. Usahakan anda belajar dari orang yang telah berkecimpung di bisnis tersebut agar anda lebih memahami medan bisnisnya. Bisnis yang dilakukan tanpa ilmu cukup riskan dijalankan apalagi yang modalnya mencapai ratusan juta/milyaran.<br />
<br />
Jika anda memiliki modal yang besar (ratusan juta/milyaran) namun minim pengalaman bisnis, disarankan mengambil paket bisnis siap pakai atau yang lebih dikenal dengan Franchise. Dengan mengambil franchise, segala sesuatunya telah disiapkan pihak franchisor seperti perlengkapan, dekorasi, brosur, bahan, pelatihan dll. Anda hanya perlu menyiapkan modal, lokasi dan SDMnya saja.<br />
<br />
C. <span style="font-weight: bold;">Ikuti Kursus Wirausaha (Entrepreneur University)</span>. Bagi karyawan kantoran, membangun bisnis itu biasanya ditakuti. Takut gagal, takut bangkrut, takut tertipu, takut gak bisa balikin modal dll ketakutan. Dengan mengikuti kursus wirausaha, kita akan mendapat motivasi untuk mengubur segala ketakutan dan nantinya juga akan mendapat banyak masukan dari mentor-mentor bisnis yang memang sudah terbukti sukses dalam bisnisnya. Manfaat lainnya, di kursus tersebut kita akan berkenalan dengan orang yang memiliki visi yang sama sehingga nantinya bisa dijadikan partner bisnis. Beberapa intitusi yang mengadakan kursus wirausaha misalnya Primagama Entrepreneur University, GreenLeaf dll.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">D. Mulailah Bisnis Secara Partime.</span> Nasehat ini adalah untuk mereka yang pemula dalam dunia bisnis : Jangan dulu resign atau keluar dari pekerjaan anda ketika memulai membangun bisnis. Jika bisnis tersebut masih bisa dikerjakan secara partime maka itu lebih baik. Hal ini untuk meminimalisasi risiko. Kalau anda langsung keluar dari pekerjaan dan beberapa bulan kemudian bisnis anda tutup, maka anda akan kehilangan semua sumber pendapatan.<br />
<br />
Nah, ketika bisnis anda semakin besar dan pendapatannya minimal 3x lipat dari gaji anda, silahkan saja kalau ingin keluar dari pekerjaan dan fokus membesarkan bisnis anda. Banyak pelaku bisnis pemula yang terlalu antusias dalam membangun bisnis sehingga terlalu cepat mengambil keputusan untuk keluar dari kantor. Pada beberapa sesi kursus wirausaha, mentor bisnis juga terkadang “ngompori” anak didiknya untuk keluar dari kerjaan dan mulai membangun bisnis. Ini perlu diwaspadai! jangan diikuti dulu karena mentor itu tidak akan bertanggung jawab manakala bisnis anda nanti bangkrut.<br />
<br />
Memulai bisnis secara partime juga hanya ditujukan untuk bisnis dengan modal yang kecil. Jika modalnya mencapai ratusan atau bahkan milyaran rupiah, tentu sebaiknya fulltime agar bisa fokus mengelolanya. Apalagi jika modal tersebut berasal dari hutang, mau tidak mau anda harus fokus di bisnis untuk mengembalikan hutang tersebut.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">E. Carilah Partner Bisnis (sharing risiko)</span>. Memulai bisnis pertama kali risikonya cukup besar karena kita belum memiliki pengalaman atau jam terbang yang tinggi. Dengan risiko seperti ini, ada baiknya anda mencari rekanan atau partner bisnis untuk diajak bergabung. Misalnya untuk membangun bengkel motor diperlukan modal sebesar 50 juta. Nah anda bisa cari 1-2 orang partner untuk diajak patungan modal. Jangan juga terlalu banyak mencari partner karena semakin banyak orang yang bergabung, maka pengambilan keputusan akan semakin rumit karena banyaknya ide/pendapat. Lebih baik mencari maksimal 2 orang partner yang memiliki visi yang sama.<br />
<br />
Patungan adalah salah satu jalan terbaik dalam rangka mencari modal. Cara lain untuk mencari modal adalah dengan meminjam kepada teman atau saudara. Waktu masih kuliah (belum bekerja), saya bahkan pernah membuat warnet tanpa modal karena dapat pinjaman dari teman. Sebisa mungkin memang jangan menggunakan uang sendiri. Pakai saja uang orang lain atau bank, nah bayarnya dari keuntungan bisnis tersebut.<br />
Kalau mau pinjam uang ke bank, gunakanlah fasilitas KTA (kredit tanpa agunan). KTA ini cocok untuk karyawan karena hanya memerlukan slip gaji atau fotocopy kartu kredit.<br />
<br />
Dengan cara patungan modal, risiko bisa ditanggung bersama. Jika nantinya anda sudah mahir mengelola bisnis tersebut, barulah anda bisa mendirikan bisnis seorang diri karena telah memiliki banyak pengalaman/pengetahuan. Makin banyak pengalaman/pengetahuan, bisnis tersebut akan semakin minim risikonya yang berarti kemungkinan anda untuk sukses akan semakin besar!<br />
Oke… selamat mencoba!<br />
<br />
Sumber :<br />
http://www.successkid.com/make-money/panduan-memulai-bisnis-untuk-pekerja-kantoran<br />
13 Okt 2008<br />
<br />
Sumber Gambar:<br />
http://www.pertambanganbumiindonesia.co.id/gbr%20artikel/man_at_work.jpgAkanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-73701186061413630372009-03-20T00:09:00.000-07:002013-02-08T01:20:21.954-08:00ENAKNYA MENJADI PENGUSAHA: CERITA UNTUK CALON PENGUSAHA<a href="http://3.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/ScN4UJkJpVI/AAAAAAAAADM/MNe0DgWaz2A/s1600-h/aa-kwu001" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5315224272787580242" src="http://3.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/ScN4UJkJpVI/AAAAAAAAADM/MNe0DgWaz2A/s320/aa-kwu001" style="cursor: hand; cursor: pointer; float: right; height: 320px; margin: 0 0 10px 10px; width: 209px;" /></a><br />
Amal masih ingat betul kata-kata bosnya (pemilik perusahaan) ketika masih bekerja.. “Jangan sok idealis, anak buah kamu tetap akan berkerja karena mereka butuh makan. Yang penting kamu awasi dan kontrol terus menerus agar mereka tidak menjadi malas”. Kata pimpinannya dengan nada tinggi.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Penolakan dari bosnya ini sangat membuatnya kecewa, karena waktu itu dia adalah manajer bagian produksi yang membawahi paling banyak tenaga kerja, kurang lebih 1000 orang.<br />
Sudah seringkali anak buahnya mengeluh tentang mekanisme ijin tidak masuk kerja, waktu istirahat, waktu beribadah dan kenaikan gaji. Kasus yang sering muncul adalah sulitnya proses ijin tidak masuk kerja khususnya kalau ada karyawan yang anggota keluarganya tiba-tiba sakit.<br />
<br />
Selain tidak ada asuransi untuk anggota keluarga, juga tidak ada perhatian dari perusahaannya terhadap keluarga karyawannya. Bahkan apabila karyawan nekat membolos kerja, maka sangsinya pemotongan gaji.<br />
<br />
Menurut Amal, sistem yang buruk akan berdampak pada pekerja sekaligus perusahaan, karena ketidaktenangan dan ketidaknyamanan dalam bekerja akan membuat karyawan tidak fokus dan berpengaruh terhadap kualitas pekerjaan.<br />
<br />
Sudah lama Amal memendam perasaan itu, sampai kesabarannya mulai habis dan berpikir untukj segera keluar dari pekerjaannya. Sering Amal merasa heran sendiri kenapa bosnya menolak pembaharuan sistem yang justru akan menguntungkan kedua belah pihak, baik perusahaan maupun karyawannya.<br />
<br />
Amal adalah seorang pemuda yang memiliki keinginan untuk menjadi orang sukses yang kaya dan bermanfaat untuk banyak orang. Perjalanan karirnya dimulai dengan menjadi seorang pekerja, karena Amal merasa tidak punya modal untuk berusaha sendiri. Dia percaya bahwa dengan bekerja baik dan tekun maka dia akan mampu mewujudkan cita-citanya, yaitu memiliki karir yang bagus dan gaji yang tinggi. Cara pandangnya dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan keluarganya yang mendorongnya untuk segera bekerja selepas dia kuliah.<br />
Keluarga dan lingkungan Amal tidak jauh berbeda dalam melihat pekerjaan dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Dimana sebagian besar keluarga dan lingkungan sosial mengajarkan “belajarlah yang keras pada saat sekolah, capailah nilai dan rangking tertinggi, kemudian dapatkan kerja yang terbaik dengan gaji yang besar”. Atau jadilah pegawai negeri sipil (PNS), karena jadi PNS akan membuatmu mendapat gaji dan pensiun seumur hidup. Itulah cara hidup terbaik.<br />
<br />
Namun setelah melihat gaji PNS yang tidak begitu besar, dan juga cara kerja PNS yang kurang profesional, Amal berpikir kalau lebih baik dia kerja di perusahaan swasta yang bisa memberikan gaji lebih besar dari PNS, juga dilihatnya pekerja diperusahaan swasta lebih dinamis dan menantang.<br />
<br />
Begitu selesai kuliah, amal melamar pekerjaan di banyak perusahaan yang menurutnya cocok untuk meniti karirnya. Akhirnya Amal diterima bekerja pada sebuah perusahaan textil.<br />
Dia seorang pekerja yang baik, loyal, aktif dan tekun. Jabatan kepala produksi yang di capainya setelah 5 tahun berkerja telah menunjukkan bahwa dia pada dasarnya adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk meraih prestasi dalam dunia kerja.<br />
<br />
Awalnya dia cukup puas dengan apa yang dikerjakan dan gaji yang dia dapatkan. Kemudian setelah 7 tahun bekerja, dan posisinya sudah menjadi seorang manajer, barulah mulai muncul ketidakpuasan dalam perjalanan hidupnya untuk mencapai cita-cita.<br />
Ketika dulu dia masih menjadi staf biasa, dia memimpikan untuk merubah suasana dan atmosfir kerja yang lebih memberdayakan dan partispatif untuk semua karyawan. Dia percaya bahwa gagasannya justru akan membuat perusahaan bisa lebih efisien dan efektif. Sebagai staf biasa yang tidak memiliki wewenang apapun untuk mengambil keputusan, dia tidak berdaya untuk merubahnya. Dia berharap setelah mendapat jabatan penting akan mampu mempengaruhi kebijakan perusahaan dan melakukan perubahan.<br />
<br />
Setelah 7 tahun bekerja, dia baru sadar bahwa perubahan itu tidak mudah, karena bosnya (pemilik perusahaan) adalah seorang pemikir tradisonal, dengan gaya manajemen masa lalu yang cenderung otoriter dan lebih berorientasi pada keuntungan, dan hampir tidak peduli dengan kesejahteraan karyawan.<br />
<br />
Amal telah bekerja keras, penuh loyalitas, serta sering lembur dengan menambah jam kerja untuk memberikan yang terbaik untuk perusahaannya. Namun itu semua ternyata belum mampu meyakinkan bosnya bahwa dia memiliki gagasan yang baik untuk merubah sistem kerja perusahaan. Sekalipun seorang pengusaha, namun cara berpikir bosnya justru tidak berkembang dan seringkali berorientasi jangka pendek dan takut akan kebangkrutan.<br />
Padahal menurut cerita, bosnya dulu juga memulai dari nol untuk menjadi pengusaha besar. Memiliki kepribadian yang menyenangkan, memiliki keberanian, keuletan dan ketekunan sampai perusahaannya menjadi berkembang. Namun, dia tidak melihat sifat-sifat itu lagi di dalam diri bosnya.<br />
<br />
Akhirnya Amal mulai merasa menemukan ketidaknyamanan dalam dunia kerja. Sampai tahun ke 8, dia masih bertahan, namun perlakuan yang diterima dari bosnya justru semakin membuatnya merasa kecewa. Gajinya tidak dinaikkan dan permintaanya untuk mengganti fasilitas mobilnya juga ditolak, sudah 2 tahun terakhir ini gaji dan fasilitasnya tidak berubah.<br />
Padahal dia merasa telah ikut membesarkan perusahaan. Ketika dia baru masuk, tenaga diperusahaanya baru 400 orang. 5 tahun berikutnya sudah berkembang sampai 1000 orang, dan keuntungan perusahaan telah meningkat pesat. Kalaupun selama 2 tahun terakhir perusahaan menjadi stagnan, lebih dikarenakan bosnya tidak tanggap terhadap tuntutan perubahan.<br />
Dia merasa bahwa loyalitas dan integritasnya telah dipahami secara salah oleh bosnya. Amal merasa diperlakukan secara tidak adil. Bekerja secara loyal, tekun dan professional, serta mampu membesarkan perusahaan, ternyata tidak secara otomatis menaikkan gajinya. Karena gajinya masih tergantung dengan si Bos. Selama ini dia tidak begitu menghiraukan, karena yang paling penting memberikan yang terbaik untuk perusahaan, sambil berharap bahwa suatu saat bosnya atau perusahaannya akan memberikan gaji yang sepadan.<br />
<br />
Amal mulai merasa jauh dari kesuksesan yang pernah diimpikannya, dan pendapatan yang dia terima semakin tidak mencukupi kebutuhan bulanannya. Karena gaji 7,5 juta rupiah sebulan, fasilitas mobil dan tunjangan lainnya, selalu habis setiap bulannya. Sebagian besar gajinya digunakan untuk membatu adik-adiknya yang masih sekolah dan kuliah. Dulunya dia bermimpi untuk membahagiakan orangtuanya, menaikkan haji orang tuanya, dan masih banyak keinginan lainnya. Namun, impian itu sampai sekarang belum tercapai.<br />
<br />
Sebenarnya Amal sudah sangat bersyukur kepada Tuhan dengan keadaannya sekarang, namun dia belum merasa sukses. Dia merasa ada kelebihan-kelebihan energi lain dalam dirinya yang belum dimanfaatkan sepenuhnya. Dia merasa terkekang oleh sistem kerja perusahaannya, dan kurang memiliki aktualisasi lain yang bisa dikembangkan.<br />
<br />
Pada suatu hari, setelah 8 tahun penuh bekerja, dan mulai meragukan bahwa bekerja adalah jalan terbaik meraih cita-citanya, Amal bertemu dengan seorang teman lamanya yang kebetulan semenjak lulus kuliah langsung usaha. Usaha temannya terlihat belum besar namun ternyata sudah memiliki keuntungan bersih rata-rata 10 juta per bulan.<br />
<br />
Temannya ini tampak hidup bersahaja, rajin beribadah, banyak menolong orang lain, sudah naik haji, berkeluarga dan memiliki 2 orang anak. Karyawannya ada sekitar 20 orang dan tampaknya juga rajin beribadah dan suasananya pun teduh dan nyaman. Dia membandingkan dengan dirinya yang belum berkeluarga, belum punya rumah dan bahkan tidak memiliki tabungan. Sekalipun setiap hari dia naik mobil bagus fasilitas perusahaan, namun sebenarnya dia tidak lebih kaya dibandingkan dengan temannya yang pengusaha itu.<br />
Padahal 4 tahun yang lalu ketika dia sudah menjadi kepala produksi, temannya ini masih biasa-biasa saja, bisnisnya masih belum berjalan dan kehidupannya tampak pas-pasan, bahkan belum punya sepeda motor. Namun, sekarang tampaknya seperti terbalik, usaha temannya itu telah besar, menjadi kaya dan tampak menikmati pekerjaannya. Sementara dia sendiri berangkat kerja jam 7 pagi, pulangnya jam 9 malam bahkan kadang sampai jam 12 malam.<br />
Dia tidak tahu persis bagaimana temennya ini menjadi sukses, karena 3 tahun terakhir dia sudah jarang ketemu, di mana Amal semakin sibuk dan temannya juga semakin sibuk.<br />
Dari rasa tertarik akan kesuksesan temannya, akhirnya Amal menjadi sering ketemu dan diskusi dengan temannya itu tentang dunia bisnis dan enaknya menjadi pengusaha. Amal menemukan bedanya hidup menjadi pekerja dan menjadi seorang pengusaha. Dan dari temenya itulah kemudian dia mendapatkan sebuah buku tentang motivasi untuk menjadi seorang yang sukses.<br />
<br />
Buku yang diberikan pada dia itu berjudul “Berpikir dan Berjiwa Besar” karangan dari DJ Scwartch. Buku itu mampu memotivasi secara kuat untuk merubah jalan hidupnya, dengan berniat untuk menjadi pengusaha.<br />
Yang paling menarik setelah membaca buku itu, adalah kata-kata mutiara “kalau kau yakin bisa sukses, maka kau akan suskes”. Kesuksesan anda diukur oleh seberapa besar keyakinan anda terhadap kesuksesan itu sendiri.<br />
<br />
Dalam waktu yang tidak lama kemudian Amal memutuskan untuk menjadi pengusaha, dan segera mengajukan permohonan mundur dari pekerjaannya. Bosnya sangat terkejut dan kaget dengan keputusannya, dan berharap bahwa Amal tidak mengundurkan diri, menawarkan gaji yang lebih tinggi dan fasilitas yang lebih baik. Namun Amal tidak perduli lagi, sudah terlalu lama dia bersabar, dan merasa sudah mantap dan yakin untuk keluar dari perusahaannya dan membangun usaha sendiri. Apakah kemudian Amal langsung menjadi pengusaha sukses ????<br />
<br />
Pada awalnya Amal begitu meyakini bahwa bisnisnya akan segera berjalan dan menguntungkan setelah 1 tahun berjalan. Namun ternyata setelah 2 tahun bisnisnya berjalan, terbukti dengan jelas bahwa usaha sendiri ternyata tidak semudah dan secepat yang dibayangkan sebelumnya. Tidak seperti yang digambarkan oleh buku-buku yang pernah dibacanya. Bahkan usaha yang didirikannya cenderung merugi dan seakan-akan sedang menuju kebangkrutan dari pada keberhasilan.<br />
<br />
Dia tidak lagi mampu membantu biaya sekolah adiknya, yang untungnya tinggal satu orang karena adiknya yang 1 lagi sudah selesai kuliah. Cicilan rumah yang terlanjur dia beli saat dia masih bekerja, juga tidak sanggup lagi dia teruskan, sebesar 2,5 juta setiap bulannya.<br />
<br />
Bisnis yang dikembangkan oleh Amal adalah beternak sapi (pembesaran/penggemukan sapi). Dengan cara membeli sapi yang kecil atau bibit sapi kemudian dipelihara sekitar 3 sampai 4 bulan kemudian dijualnya. Hasilnya sebenarnya cukup menguntungkan, karena banyak pengusaha ternak sapi lain yang sudah sukses. Dia memilih beternak sapi karena mengetahui bahwa daging sapi sebagian besar besar masih impor, sehingga dia melihat bisnis ini cukup menguntungkan untuk jangka panjang. Didukung kondisi perekonomian yang semakin membaik dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang akan membuat konsumsi daging juga meningkat.<br />
Setelah berjalan 2 tahun, dan tidak menemukan tanda-tanda keberhasilan dalam bisnisnya, Amal mulai ragu dan gelisah. Mulai muncul pertanyaan dari dalam dirinya. Apakah saya benar-benar mampu untuk menjadi pengusaha? Apakah benar-benar diperlukan “bakat” untuk menjadi pengusaha? Apakah saya telah gagal? Perlukah saya untuk ganti dari bisnis peternakan sapi ke bisnis yang lain? Ataukah saya harus kembali menjadi pekerja?<br />
Sekitar 4 bulan lamanya Amal terjebak dalam kondisi itu, antara terus bisnis atau dia perlu mengambil jalan lain. Logika dan nalarnya benar-benar mengalami kebuntuan dan tidak mampu lagi mencari jalan terbaik apa yang perlu segera dilakukan.<br />
<br />
Bisnisnya memang masih berjalan, tetapi dari 15 sapi yang semula dipelihara tinggal menjadi 8 sapi, yang keuntungannya tidak mampu lagi menutup operasionalnya dan gaji tenaganya. Belum lagi kalau tiba-tiba sapinya ada yang kena penyakit yang semakin memperbesar pengeluarannya. Dan yang lebih penting adalah cicilan hutang yang harus dia bayar tiap bulannya, karena telat sedikit akan langsung dikejar-kejar pihak Bank.<br />
Pengalaman menemui kesulitan bisnis sendiri yang baru pertama kali dia temui, benar-benar menimbulkan keraguan yang mendalam. Dia merasa tidak percaya diri, bahkan rendah diri, malu keluar rumah, malu ketemu teman-teman lamanya, bahkan malu bertemu dengan keluarganya, karena dirinya sudah tidak bisa membantu keluarga lagi. Dia merasa malu, karena merasa telah gagal dan tidak ada yang perlu dibanggakan lagi.<br />
<br />
Ketika masalah ini dia ceritakan pada teman-teman lamanya yang masih bekerja, mereka menyalahkan dan menyesalkan kenapa Amal harus keluar kerja. Berbagi dan ngobrol dengan teman-temannya yang pekerja justru membuat Amal semakin frustasi dan tidak tahu jalan mana yang harus diambil.<br />
<br />
Dia teringat ketika baru akan memulai usaha, betapa saudara dan orangtuanya sangat menentangnya. Mereka menentang keinginan Amal untuk berhenti bekerja, dan membuka usaha sendiri. Keluarganya menganggap bahwa usaha sendiri itu penuh dengan resiko. Ya kalau lancar, kalau bangrut siapa yang menanggung??? Bahkan keluarganya mencontohkan orang-orang disekitar mereka yang berusaha sendiri, dan sekarang bangkrut. Dia merasa dalam kondisi yang benar-benar sulit. Di dalam dirinya selalu muncul pertanyaan yang sulit dijawabnya, haruskah dia berhenti wirausaha, dan kembali menjadi pekerja???<br />
<br />
Untunglah Amal masih memiliki seorang teman yang pengusaha, yang mampu dan mau memotivasinya dia untuk terus bertahan dalam usahanya. Dia menemui lagi temannya itu, dan semakin merasa kagum karena temennya ini, karena usahanya semakin besar saja, bahkan keuntungan bersih rata-rata setiap bulan sudah mencapai 20 juta rupiah. Temannya itu bernama Alam.<br />
<br />
Melihat Amal menghadapai masalah dalam merintis usahanya, maka Alam sebagai pengusaha yang sukses merintis dari nol, berusaha untuk membagikan pengalamannya kepada Amal. Alam mengatakan bahwa setiap kita ingin menaiki tangga kesuksesan, maka diperlukan sebuah perjuangan, dan harus berani melewati kegagalan. Alam bercerita bahwa dirinya juga mengalami hal yang sama di awal usahanya, sampai 3 tahun berjalan, usaha si Alam tidak menghasilkan keuntungan yang memadai, bahkan untuk beli makan sehari-hari tidak cukup.<br />
“Rizki itu milik Allah SWT, tugas kita hanya menjemputnya dengan usaha kita”, kata Alam kepada Amal. “Ketika usaha kita belum memberikan hasil, maka bersabarlah, karena disetiap kesulitan itu ada kemudahan.” Alam menjelaskan begitulah Al Quran mengajarkan pada kita.<br />
Setiap keinginan kita untuk suskes dalam usaha dunia, dibutuhkan pengetahuan dan cara mendapatkannya. Kalau kita sudah mampu menguasainya, maka dengan sendirinya kesuksesan bisnis akan begitu mudah kita dapatkan. Namun, semua itu butuh proses dan pembelajaran, sampai kemudian kita menemukan titik di mana usaha yang kita bangun menghasilkan keuntungan seperti yang diharapkan.<br />
<br />
Sebagaimana orang sekolah, maka untuk naik kelas saja kita harus melewati test dan ujian. Barangkali kita tidak lulus test atau ujian, atau kita lulus dengan nilai jelek, tetapi kalau kita selalu bersungguh-sungguh, tekun dan ulet, maka lama-lama kita akan menjadi orang yang semakin pintar. Apalagi dalam dunia bisnis, yang tidak mengenal kelas dan siapa guru dan pengujinya.<br />
<br />
Alam menceritakan dengan panjang lebar, dan menyarankan Amal untuk mebaca buku-buku yang berisi tentang motivasi bisnis lainnya. Seperti buku berjudul “Rich Dad Poor Dad” karya Robert T Kitosaki, buku “Emotional Spiritual Quation (ESQ)” karya Ari Ginanjar Agustian, “Menjadi Kaya dengan Cara Anda Sendiri” karya Brian Tracy, “Huku Sukses” karya Napolion Hill dan lain-lain. Juga buku-buku biografi para pengusaha sukses. Alam mendorong Amal untuk memanfaatkan salah satu buku-buku tentang sukses bisnis, untuk membuka wawasan yang lebih luas tentang proses pembangunan bisnis.<br />
<br />
Alam juga mengajak Amal untuk mendalami agama, dengan memberikan Amal buku-buku agama. Alam bercerita bahwa mendalami agama dan mengamalkannya justru akan membuat hidup lebih tenang dan lebih bahagia. Agama akan menjadikan kita menjadi manusia yang bisa menguasai dunia, bukan manusia yang dikuasai dunia.<br />
<br />
Berbagi pengalaman dengan Alam yang berlatang belakang pengusaha, ternyata mampu membangkitakan motivasi dan membuka inspirasi. Beberapa kali Amal bertemu dengan Alam. Dia belajar banyak darinya sehingga dia semakin kuat untuk terus mempertahankan bisnisnya, terus focus dan menganggap kesuksesan adalah sebuah proses, dan kegagalan adalah hal yang wajar ditemui oleh orang-orang yang ingin mencapai kesuksesan yang lebih tinggi.<br />
Dia sadar, untuk meneruskan bisnisnya, dia tidak lagi punya modal dan hanya meninggalkan sedikit asset, bahkan dia memiliki hutang yang mulai tidak mampu dicicilnya. Namun dia tidak mau terjebak terus menerus dalam kekalutan dan kefrutasian, dan ingin segera kembali focus untuk menjalankan usahanya. Tidak ada jalan lain, resiko harus diambil, biarlah menjadi miskin kembali, namun tidak boleh kehilangan semangat dan berhenti di tengah jalan. Jalan panjang masih terbuka di depannya. Orang sukses adalah orang berani ambil resiko secara aktif.<br />
<br />
Setelah mengkalkulasi dan menganalisa semua masalah dan kebutuhannya, maka Amal memutuskan untuk menjual rumahnya, satu-satunya sisa hasil dari 8 tahun bekerja, yang belum lunas cicilannya. Dia berprinsip dulu tidak punya apa-apa, sekarang pun wajar kalau tidak punya apa-apa. Yang penting masih punya semangat untuk maju menjadi sukses dan bermanfaat untuk orang lain.<br />
<br />
Semangat itu pula yang mampu mengalahkan gaya hidup dia yang sudah terlanjur tinggi. Dulu, ketika dia masih bekerja, kemana-mana bawa mobil dan di dompetnya selalu ada uang minimal 200 ribu, kurang dari itu dia merasa tidak punya uang. Sekarang dia banting setir, kemana-mana bawa sepeda motor, di dompetnya tidak lagi banyak uang, kadang-kadang hanya uang 10 ribu yang hanya cukup untuk beli bensin, atau bahkan tidak bawa uang sama sekali.<br />
Dari pada selalu mengenang pekerjaan masa lalu, Amal memilih untuk tetap fokus dengan usahanya. Dia tidak perduli berapa uang yang ada didompetnya, yang paling penting bagaimana usahanya tetap bisa berjalan lagi.<br />
<br />
Bukan berarti masalah kemudian selesai dengan dia kembali ke fokus usahanya. Bahkan masalah yang lebih rumit menghadang, salah satu sapinya yang siap untuk dijual, tiba-tiba sakit dan mati. Namun semua itu telah mampu disikapinya dengan cara yang berbeda.<br />
Pernah suatu saat, dia kehabisan uang setelah membayar gaji tenaganya dan melunasi beberapa tagihan.. Bahkan sekedar uang 5 ribu rupiah untuk untuk beli makanpun tidak ada. Dia merasa malu kalau harus meminjam kepada teman atau saudaranya. Akhirnya dia memilih untuk menhan rasa laparnya, sekaligus menguji dirinya sendiri bahwa rizki milik Allah yang Maha Kuasa. Dia yakin bahwa Allah mengatur rizki setiap mahluknya.<br />
<br />
Setelah hampir satu hari penuh dia tidak makan, datanglah pertolongan Allah, di mana tiba-tiba salah seorang temannya menelpon dia untuk datang kerumahnya. Anak dari temannya itu sedang ulang tahun, banyak makanan sisa acara ulang tahun yang cukup banyak. Mulai makanan besar sampai makanan ringan. Temannya itu ingin agar Amal mengambil makan dan roti yang ada di rumahnya yang cukup banyak, dan temannya khawatir kalau roti-roti itu mubadzir. Subhanallah, Allahuakbar, alhamdulillahirobbil’alamin, demikian Amal memuji Allah SWT.<br />
<br />
Sekalipun kejadian tersebut bukan sesuatu yang besar, namun menambah keyakinan Amal, bahwa manakala sudah sampai pada saatnya dia mendapatkan rizki, maka rizki itu akan datang juga. Pengalaman kecil, namun membuat dirinya semakin sadar bahwa betapa kecilnya kita di hadapan Allah SWT. Perenungan seperti itu tidak dia dapatkan ketika dia masih bekerja, yang setiap bulannya hampir bisa dipastikan mendapat bayaran. Seakan-akan rizki dating dari perusahaan bukan dari Tuhan. Berbeda ketika dia usaha sendiri, bahwa untuk mendapatkan uang yang jumlahnya kecil saja seakan-akan serba tidak pasti.<br />
<br />
Lama-lama Amal semakin religius, dan semakin suka mendekatkan diri kepada Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Dia merasa bahwa apa yang dia rasakan sekarang ini adalah hidayah dari Allah. Dia sadar bahwa ketika seseorang mengalami masa-masa sulit seperti dirinya, maka bisa saja orang akan lari ke hal-hal yang bersifat klenik atau syirik, atau ke dukun misalnya. Atau bahkan terjebak pada pelarian mencari kesenangan sesaat, minum-minum, bermain judi dan kesenagan lainnya. Untuk itulah dia mensyukuri hidupnya yang justu merasa semakin dekat dengan agama.<br />
<br />
Perubahan dalam dirinya ini, mulai dia rasakan membawa dampak yang cukup besar dalam menjalankan usahanya. Ketenangan dalam melihat dan menyikapi setiap masalah memunculkan kreatifitas yang luar biasa. Ide-ide cerdas segera bermunculan, seperti membuat formula makanan sapi yang membuat kotoran sapi tidak lagi berbau menyengat, memanfaatkan kotoran sapi untuk dijadikan pupuk kandang, membuat kolam ikan yang memanfaatkan kotoran sapi muda sebagai pakan ikan dan kreatifitas lainnya. Kreatifitasnya yang sederhana dan mudah diterapkan, menambah pendapatan bisnisnya.<br />
<br />
Usahanya memang tidak serta merta lancar dan mendapat keuntungan besar. Namun jalan menuju sukses bisnis telah terbuka lebar, keyakinannya begitu kuat tertanam dalam dirinya, dan menganggap kesuskesan bisnis hanyalah masalah waktu, kalau kita mau tekun, ulet dan sabar. Amal mengembangkan visi usahanya, tidak lagi sekedar untuk mencari keuntungan, namun juga membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain dan menjadikan usahanya tidak hanya tempat mencari nafkah namun juga tempat untuk belajar.<br />
<br />
Amal juga pernah kehabisan modal untuk mempertahankan usahanya, tidak bisa pinjam ke Bank, karena tidak punya jaminan. Dan tidak memiliki akses peinjaman ke tempat lain. Dulunya, kadang-kadang Amal pinjaman ke rentenir, namun karena bunganya terlalu tinggi, dia tidak mau lagi pinjam ke rentenir. Usahanya untuk terus mencari sumber modal akhirnya menemukannya dengan seorang investor. Amal menawarkan keuntungan bagi hasil, dan disetujui oleh investornya.<br />
<br />
Amal benar-benar mulai memahami bahwa untuk bisnis sendiri tidak tergantung pada besarnya modal uang. Karena dia bangkit lagi membangun usahanya yang bangkrut di saat kehabisan modal dan menanggung sejumlah hutang.<br />
<br />
Setelah menemukan bentuk ketenangan, semangat dan keyakinan baru dalam hidupnya, mulai muncul keinginan diri dalam diri Amal untuk menikah. Dulu ketika dia masih mendapatkan gaji 7 juta per bulan dia merasa bahwa uang sebesar itu belum cukup untuk menikah, karena dia merasa belum memiliki rumah sendiri (rumahnya masih cicilan). Namun sekarang ketika pendapatannya tidak pasti, tidak punya rumah dan tidak punya mobil, justru dia menemukan bentuk keyakinan baru, bahwa rizki adalah milik Allah yang Maha Kaya lagi dermawan.<br />
Kebahagiaan hidup berkeluarga bukanlah terletak pada berapa banyak harta yang dimiliki, namun seberapa jauh keluarga kita mampu mendekatkan diri kepada Allah dan mampu saling mencintai karena Allah.<br />
<br />
Amal tidak ingin mencari istri dengan berpacaran, namun berusaha dengan cara yang telah diajarkan agama. Dia teringat ucapan seorang temannya, bahwa cinta itu milik Allah SWT. Tugas manusia adalah menjemput cinta itu. Allah bisa memberikan rasa cinta dalam hati setiap manusia, dan sekaligus merubahnya menjadi rasa benci, karena Allah yang menggenggam hati setiap manusia.<br />
<br />
Maka, barangsiapa dalam menjalankan kehidupan cintanya sesuai dengan aturan dan kehendak Allah, maka Allah SWT akan menambahkanya sebagai sebuah nikmat. Namun apabila dalam kehidupan percintaannya melanggar aturan-aturanNYA, maka sungguh dia akan celaka dunia-akherat. Dia akan tertipu oleh kesenagan dunia yang mengasyikkan namun tidak membahagiakan. Dia akan tersesat, tanpa merasa bahwa dirinya tersesat, dan menganggap dirinya telah berada pada jalan yang benar. Cintanya akan terombang ambing diantara keinginan dan nafsu.<br />
<br />
Amal tidak tahu pasti kapan maksud dan tujuan hidup yang lebih mendalam seperti itu mulai begitu mudah dia terima. Selama ini dia merasa agama dari sudut pandang yang berbeda. Sehingga ibadahnya tidak karuan, dan kehidupannya pun kacau, jauh dari ketenangan. Yang ada dalam dirinya adalah ambisi-ambisi yang lahir dari keserakahan terhadap kesenangan dan kepuasan keduniaan.<br />
<br />
Memang bisnis membutuhkan waktu dan proses untuk mencapai kesuksesannya, dan begitulah hukum dunia ini di tetapkan. Pohon mangga tidak bisa langsung berbuah, namun berproses dari kecil dan secara bertahap melewati siklusnya sendiri sampai bisa berbuah. Di tanah yang tepat dan mendapat sinar matahari dengan baik, pohon mangga itu akan mudah tumbuh dan berkembang, akar-akarnya akan mengembang secara kuat sehingga tidak mudah tumbang oleh hempasan badai. Pada saatnya kemudian akan mulai berbunga dan berbuah, mula-mula buahnya sedikit lama-lama menjadi banyak. Buahnya yang enak dan daunnya yang rindang akan memberi banyak manfaat.<br />
<br />
Dalam sebuah bukunya Brian Tracy ditulis, bahwa untuk menjadi pengusaha atau orang disebut berpengalaman dalam usaha, adalah setelah dia menjalani usahanya yang terfokus selama 5 sampai 7 tahun. Upaya untuk mempercepatnya (mempersingkatnya) hanya akan menghasulkan kesia-siaan, membuat struktur usaha menjadi rapuh. Setelah 5 sampai 7 tahun, maka akan mulai muncul kemampuan sesungguhnya dalam menjalankan usahanya.<br />
<br />
Setelah berjalan sekitar 6 tahun, sekarang bisnis Amal sudah semakin besar, jumlah sapinya sudah mencapai 200 ekor, dan tenaga kerjanya sudah mencapai 10 orang. Sebulan Amal mendapat keuntungan bersih 15 juta rupiah, setelah dikurangi operasional dan bagi hasil dengan investornya. Dia sudah menyiapkan beberapa rencana pengembangan bisnisnya agar menjadi semakin besar.<br />
<br />
Suatu saat Amal bertemu dengan mantan bosnya, dan tahu bisnis bosnya hampir bangkrut. Tenaga kerja hanya tinggal sekitar 100 orang, dan tampaknya sudah berada pada ujung kebangkrutan. Amal tahu dari teman-temannya bahwa semenjak dirinya keluar, perusahaan mulai banyak masalah. Perusahaan sering rugi dan tidak mampu membayar hutang-hutang perusahaan. Di tambah lagi bisnis tekstil yang lagi lesu karena serbuan tekstil impor dari Cina.<br />
<br />
Namun menurut Amal masalah mantan bosnya semakin parah karena perilaku bosnya sendiri yang kehilangan jiwa kewirausahaannya (entrepreurship) ketika berada dipuncak kesuksesannya. Menjadi takut pada resiko menjadi bangkrut dan miskin, takut mencoba sesuatu yang baru karena takut salah. Terjebak pada kepuasaan akan hasil sehingga membuatnya berorientasi jangka pendek, dan tidak memiliki pikiran dan rencana jangka panjang. Dan kehilangan naluri bisnisnya sehingga tidak mampu beradaptasi dengan perubahan.<br />
<br />
Amal merasa kasihan dengan mantan bosnya, karena kehidupannya sangat kacau dan jauh dari agama. Setiap malam berfoya-foya, memburu kesenangan dunia malam dan selalu pulang ke rumah dalam kondisi kelelahan. Rumah tangganya pun kacau, dan tidak ada lagi kejururan dalam rumah tangganya. Ingin sekali suatu saat, Amal bisa menolong mantan bosnya, agar segera kembali ke jalan yang lurus dan bangkit lagi menjadi pengusaha yang lebih baik dan bermanfaat.<br />
<br />
Kesuksesan Amal memang belum setinggi yang pernah dicapai oleh mantan bosnya. Namun dia yakin bahwa seiring perjalanan waktu, dia akan mampu melampauinya.<br />
Amal menjadikan kebangkrutan bosnya sebagai pelajaran yang sangat berharga, khususnya ketika seseorang sedang berada tangga kesuksesan, agar tidak mudah lupa diri. Kita perlu selalu memperbaiki diri kita dan menyelaraskan dengan perubahan. Apa yang kita anggap sukses saat ini, belum tentu, bahkan seringkali tidak bisa menjadi acuan sukses untuk tahun-tahun berikutnya.<br />
<br />
Dunia selalu berubah sekalipun ada yang tampaknya selalu sama, seperti matahari yang selalu muncul dari timur dan tenggelam ke arah barat. Namun sadarkah kita bahwa setiap hari ada manusia yang mati dan ada pula anak yang baru lahir. Kemampuan untuk membaca dan memahami perubahan akan banyak membantu kita melewati hidup ini dengan lebih manfaat dan lebih cerdas.<br />
<br />
Sumber :<br />
http://www.mmfaozi.com/sukses-berwirausaha-2-cerita-untuk-calon-pengusaha.html<br />
13 Okt 2008<br />
<br />
Sumber Gambar:<br />
http://www.galangpress.com/images/pinter%20jadi%20pengusaha%20KAtering.jpgAkanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-43868888431356952172009-03-19T23:39:00.000-07:002013-02-08T01:20:41.481-08:00TIPS WIRAUSAHA BAGI PEMULAJangan takut gagal ketika baru saja memulai usaha. Yang penting pede, dan teruslah bermimpi! Mengapa kini banyak orang mulai memilih membuka usaha sendiri? Tentu banyak sekali alasan yang melatarbelakanginya. Salah satunya faktor kebutuhan yang makin meningkat, seiring kenaikan harga di segala bidang.<br />
<br />
<a name='more'></a> <br />
<br />
Kendati demikian, menurut Fauziah Arsiyanti, SE. MM. Dip IFP, Adviser Personal Financial Services dari First Principal Fiancial, keinginan berwirausaha ini tak hanya dilatarbelakangi faktor ekonomi saja. "Mereka yang hidup berkecukupan pun mau berwirausaha karena ingin mengaktualisasikan diri, tanpa perlu meninggalkan keluarga dengan bekerja di luar rumah," ujar perempuan yang kerap disapa Zizi ini. <br />
Misalnya, seorang perempuan yang sudah lama bekerja kantoran, merasa kariernya tak berkembang, dan ia pun bosan jika tinggal di rumah hanya mengurus anak saja. Nah, dengan berwirausaha, "Ia jadi makin terbuka, pintar mengatur uang, bisa mencari target pasar, tahu cara berpromosi, bahkan membuat produknya sendiri. Ia jadi lebih berkembang dari sebelumnya." <br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">DARI HOBI JADI BISNIS </span><br />
Akan tetapi, Zizi menambahkan, bisa saja seseorang berkarier bagus, namun ia membutuhkan tantangan lain di luar rutinitasnya, lalu memutuskan berwirausaha. "Dengan bekerja kantoran, ia memiliki net working yang baik. Hal ini bisa menjadi modal ketika memutuskan berwirausaha, sehingga ia punya banyak klien." <br />
Faktor lain yang juga kerap dijadikan alasan berwirausaha, yaitu hobi. "Banyak orang merasa menemukan kepuasan batin dengan berwirausaha yang didasari hobinya." Di samping itu, faktor anak pun biasanya menjadi alasan para perempuan memutuskan berwirausaha. Namun, Zizi mengingatkan, meski anak dapat diasuh sendiri, tetap harus fokus dengan usahanya agar semua dapat berjalan lancar. <br />
<br />
Lalu, usaha apa saja yang dapat dilakukan di rumah? Menurut Zizi, berbagai usaha dapat dilakukan. Membuka les privat, salon, spa, pijat dan aromaterapi, menerima jahitan, membuka butik, kantin, katering, dan membuat kue, bahkan membuat website atau blog. Berikut tips dari Zizi, yang harus diperhatikan ketika akan memulai usaha bagi para pemula: <br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">1. Miliki Mimpi! </span><br />
Bermimpilah jadi pengusaha sukses, punya uang banyak, bisa liburan ke luar negeri dan tempat-tempat eksoktis, atau tak perlu memikirkan pekerjaan lagi karena sudah punya banyak uang. Lalu bayangkan, dari mana uang itu bisa mengalir ke rekening Anda, atau dari usaha apa agar bisa sukses. Apakah akan jadi pengusaha restoran, garmen, atau lainnya? Bayangkan secara jelas, dan sedetail mungkin. Semua kesuksesan berdasar dari mimpi. Jadi, jangan takut berkhayal atau bermimpi. <br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">2. Obesi dan Hobi </span><br />
Apa, sih, hobi Anda? Memasak, menjahit, atau mengajar anak-anak? Nah, Anda harus bisa menjalankannya dengan hati. Jadi, yang Anda lakukan memiliki jiwa, nyawa, dan nilai. Semua yang dilakukan dengan hati, pasti akan lebih lancar dijalankan. <br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">3. Lihat Kenyataan </span><br />
Setelah berkhayal, kembalilah ke realita. Kepala boleh di langit, tetapi kaki harus tetap menjejak bumi. Mulailah dari yang Anda punya, dan jangan membandingkan dengan milik orang lain. Jika mampu memasak dan hasilnya disenangi orang rumah, Anda berbakat membuka katering. Atau, sabar melatih anak, mampu dan terlatih mencarikan solusi bagi anak-anak yang kurang fokus belajar? Jadilah guru les dan pembimbing.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">4. Buat Rencana Bertahap </span><br />
Mulailah membuat rencana bertahap. Buatlah kondisi dari nol dengan satu syarat, selalu melihat ke depan. Misalnya, tak punya uang tapi punya modal kemampuan. Jika punya uang Rp 500 ribu dan pintar masak, apa yang akan dilakukan agar bisa menghasilkan lebih. Lakukan bertahap, perlahan, sesuai kemampuan. Jika dilakukan dengan benar, lambat laun keuntungan akan mengikuti Anda.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">5. Susun Berbagai Rencana </span><br />
Ketika usaha mulai berjalan, jangan hanya memiliki satu rencana saja. Buat juga rencana B, C, atau D. Misalnya, setelah membuka warung tapi sepi pengunjung, mulailah berpikir kreatif dan jalankan rencana B. Jangan menunggu orang datang, tapi harus menjemput bola dan tawarkan kemudahan lain. Misalnya, memberi pelayanan delivery service. Jika rencana B ternyata belum berhasil, jalankan rencana C, dan seterusnya. <br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">6. Buat Anggaran </span><br />
Jika usaha sudah berjalan, buat anggaran pengeluaran dan pemasukan dengan rapi. Pisahkan antara pemasukan dan pengeluaran dari gaji suami atau istri untuk biaya sehari-hari, dengan hasil usaha. Sebaiknya, uang dipecah ke dalam dua rekening bank, dan jangan masuk ke dompet, agar tidak boros dan mudah melihat laba yang didapat. Jika tak membuat anggaran dan hanya tambal sulam, Anda tak akan bisa melihat laba yang diraih. Yang ada, Anda justru tidak tahu apakah usahanya sukses atau gagal. Dengan membuat anggaran yang tepat, kesalahan yang muncul akan bisa dicari penyebabnya, dan dapat segera diperbaiki.***<br />
<br />
Sumber :<br />
http://www.rumahzakat.org/detail_sharing.php?id=26<br />
13 Okt 2008<br />
<br />
Sumber Gambar:<br />
http://divapress-online.com/katalog/Wirausaha_ha_ha_ok.jpgAkanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-45720391525926946402009-02-06T22:58:00.000-08:002013-02-08T01:20:56.553-08:00IDE : BENIH UNTUK BISNIS BESAR<a href="http://3.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SY01h__cQxI/AAAAAAAAAA0/M9p5TqwpbrU/s1600-h/GAbP2958big.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5299951194714424082" src="http://3.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SY01h__cQxI/AAAAAAAAAA0/M9p5TqwpbrU/s200/GAbP2958big.jpg" style="cursor: hand; cursor: pointer; float: right; height: 200px; margin: 0 0 10px 10px; width: 130px;" /></a><br />
<a href="http://4.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SY0z1PzsLYI/AAAAAAAAAAs/b8zde527jB4/s1600-h/great_idea.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5299949326354361730" src="http://4.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SY0z1PzsLYI/AAAAAAAAAAs/b8zde527jB4/s200/great_idea.jpg" style="cursor: hand; cursor: pointer; float: right; height: 200px; margin: 0 0 10px 10px; width: 195px;" /></a><br />
<a href="http://3.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SY0z1JPPI0I/AAAAAAAAAAk/5VQVsR_3iq0/s1600-h/51J40YW146L.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5299949324590850882" src="http://3.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SY0z1JPPI0I/AAAAAAAAAAk/5VQVsR_3iq0/s200/51J40YW146L.jpg" style="cursor: hand; cursor: pointer; float: right; height: 200px; margin: 0 0 10px 10px; width: 132px;" /></a><br />
Resensi Buku: <span style="font-weight: bold;">Turn Your Good Idea into a Great Business</span><br />
<br />
Menjadi pengusaha, mengubah ide cemerlang menjadi bisnis yang besar dan menguntungkan. Pada dasarnya sebua bisnis besar bermula dari ide cemerlang. <br />
<a name='more'></a>Dan ide cemerlang itu bisa muncul dari siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Persoalannya, bisakah ide cemerlang itu diwujudkan menjadi bisnis, menjadi usaha yang sangat menguntungkan. <br />
<br />
Buku dengan judul asli "Beermat Entrepreneur, Turn Your Good Idea Into a Great Buseness", mengupas perihal "benih perusahaan", "pertumbuhan perusahaan", sampai "menjadi perusahaan yang perkasa seperti pohon eik". Dalam kata pengantarnya, Charles Dunstone, pendiri The Carphone Warehouse, menyebutkan bahwa entrepreneur adalah orang-orang yang hebat, namun mereka butuh bantuan yang semestinya. Mereka membutuhkan antusiasme dan kejelasan. Bagaimanapun pebisnis memerlukan advis, kontak dan dukungan moral. Pebisnis memerlukan mentor, terutama pada tahap-tahap tertentu pertumbuhan perusahaan.<br />
<br />
Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman hidup, bukan buku teori. Sehingga pebisnis atau calon pebisnis bisa belajar dan menikmati buku ini. Dijelaskan, bahwa memang benar, kesuksesan bisnis menuntut kerja keras. Kebanyakan menuntut kerja keras 24 jam sehari, selama lima tahun. Pebisnis selalu percaya diri, mereka terlahir optimis, mereka tahu apa yang mesti dilakukan.$0$0$0$0$0Untuk menanam pohon, harus dirintis dari keberadaan benih. Kalau benihnya berkualitas, lingkungannya baik dan pemeliharaannya tepat, maka benih itupun segera akan tumbuh menjadi pohon yang produktif. Begitu pula perusahaan yang kokoh, diawali dari benih perusahaan yang unggul. Benih tersebut adalah ide cemerlang, apakah orang sekitar menyambut dengan antusia, apakah keesokan harinya, kita bangun tidur ide itu masih tampak cemerlang ? Dalam pertumbuhannya dibutuhkan mentor, kalau bisa seorang pengusaha yang berpengalaman dan senior, dapat menangkap gagasan Anda, menyukai Anda, dan Anda suka kepadanya. Selain itu, sangat penting untuk membentuk tim entrepreneur, inovator teknik, spesialis delivery, penjualan dan keuangan. Ketika usaha sudah tumbuh dan berjalan, maka Anda mesti mencari pegawai, sebagai langkah awal membentuk dream team. Anda dituntut untuk mendelegasikan tanggung jawab riil kepada mereka. Perusahaan Anda kini menjadi pohon kecil, bukan lagi kecambah yang baru tumbuh.<br />
<br />
Menurut penulis buku ini, periode pertumbuhan perusahaan dimulai ketika saat memulai hanya dengan 5 orang, kini ditangani 20 orang. Bukti nyata bahwa bisnis pada dasarnya berurusan dengan orang-orang. Dijelaskan, dari sudut marketing, perusahaan yang mulai jadi pohon sebenarnya merupakan sebuah "butik". Yang menjadi pelanggan ialah pasar yang istimewa, konsumen berasal dari rekomendasi (dan tentu saja kembali lagi, lagi, lagi dan lagi). Gayanya benar-benar personal, ramah, memiliki komitmen; semua pihak dalam bisnis mempunyai visi yang sama, serta bekerja dan berupaya merealisasikannya bersama-sama.<br />
<br />
Setelah mencapai tahapan kepercayaan pasar yang kuat, arus dan variasi penjualan yang mantap, organisasi yang sehat, keuangan yang solit dan para pegawai yang sejalan dan benar-benar siap, maka perusahaan pun segera menjelma seperti pohon yang eik yang perkasa. Dalam fase ini maka pengusaha atau pebisnis akan meraih kekayaan, namun harus berbagi secara adil dengan siapapun yang ikut menciptakan situasi ini, memiliki hati nurani yang jernih, dan harus berani menengok ke belakang.<br />
<br />
Buku inipun dilengkapi: Apendiks A, berisi 12 hal yang menuntut Anda meningkatkan keyakinan akan kemampuan suatu ide agar berhasil. Apendiks B, berisi Kisah Sukses The Instruction Set. Apendiks C berisi The Prince's Trust. (Atep Afia)<br />
<br />
Link yang relevan :<br />
http://www.beermatentrepreneur.com<br />
<br />
Daftar Pustaka<br />
Menjadi PENGUSAHA oleh Mike Southon & Christ West (Penterjemah : Ninung Pandamnurani) PT Gramedia Pustaka Utama 2005, 158 Halaman -<br />
<br />
Sumber Gambar:<br />
http://ecx.images-amazon.com/images/I/51J40YW146L.jpg<br />
http://www.sustainability.jhu.edu/bin/z/v/side_GreenIdea.jpg<br />
http://www.gfn.com/sowhatsyourpoint/wp-content/uploads/2008/09/great_idea.jpg<br />
http://www.gramedia.com/buku_images/GAbP2958big.jpgAkanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-91616974548971504472009-02-03T02:50:00.000-08:002013-02-08T01:27:10.628-08:00KEHILANGAN PEKERJAAN ITU PASTI, MULAILAH MEMBUKA USAHA !<a href="http://1.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SYglQmBQfVI/AAAAAAAAAAc/6nSbXu7xD-w/s1600-h/entrepreneur_2002_cover.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5298525928615345490" src="http://1.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SYglQmBQfVI/AAAAAAAAAAc/6nSbXu7xD-w/s200/entrepreneur_2002_cover.jpg" style="cursor: hand; cursor: pointer; float: right; height: 200px; margin: 0 0 10px 10px; width: 155px;" /></a><br />
<a href="http://1.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SYgi-0Pnx6I/AAAAAAAAAAU/5Ccr3zyWFvA/s1600-h/20080919-entrepreneur.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5298523424172787618" src="http://1.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SYgi-0Pnx6I/AAAAAAAAAAU/5Ccr3zyWFvA/s200/20080919-entrepreneur.jpg" style="cursor: hand; cursor: pointer; float: right; height: 160px; margin: 0 0 10px 10px; width: 200px;" /></a><br />
ResensiBuku: Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian<br />
<br />
Jangan mau seumur hidup jadi orang gajian. Siapapun yang bekerja suatu saat pasti akan kehilangan pekerjaannya. <br />
<a name='more'></a>Bisa karena pensiun, dipecat atau perusahaan bangkrut. Buku ini "memprovokasi" pembaca supaya berpikir ulang mengenai status "kepegawaiannya", sebelum masa "kehilangan pekerjaan" itu tiba. Sedia payung sebelum hujan, bertindak cepat, buka usaha sebelum kehilangan pekerjaan.<br />
<br />
Ternyata "menjadi pengusaha adalah keharusan", begitu tulis Bambang N Rachmadi, President Director dan Pemilik Mc Donald Indonesia, dalam sambutan buku tersebut. Menurut Bambang, dari 100 orang pengusaha baru, 80 persen jatuh bangkrut dan miskin karena "kebodohan" atau "ketidak-tahuan". Persyaratan terpenting menjadi pengusaha ialah "Jiwa Wirausaha" dan "Keberuntungan".<br />
Supaya terbebas dari "ignorance", maka seorang calon pengusaha harus banyak belajar, supaya usahanya berlanjut dan berkembang. Buku "Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian" memberikan manfaat yang luar biasa bagi pembacanya, antara lain :<br />
1. Memompa semangat untuk segera memulai usaha.<br />
2. Menuntut untuk masuk ke dunia wirausaha.<br />
3. Memberi keyakinan, bahwa uang bukan segalanya untuk memulai usaha.<br />
4. Memberikan contoh langkah orang-orang yang telah sukses.<br />
5. Memberikan software business plan (buku ini dilengkapi CD)<br />
6. Memberikan informasi tentang sumber-sumber permodalan<br />
7. Memberikan informasi tentang website bisnis dunia<br />
Anatomi buku ini meliputi lima bagian. Bagian pertama mengenai Potret Small Medium Enterprise (SME) Di Indonesia, antara lain mengungkap perihal: Siapa usahawan survive di Indonesia; Persoalan Dasar Entrepreneurship di Indonesia; Menciptakan komunitas berbudaya wirausaha. Bagian dua mengenai The Spirit Of Entrepreneurships, ternyata masa depannya ditangan sang pemberani, inovator dan pemiliki jiwa wirausaha. Bagian tiga menampilkan Kisah Sukses Para Entrepreneur, kelas nasional (Aa Gym, Arifin Panigoro, Bob Sadino, Ciputra sampai Surya Paloh), kelas internasional (Aristoteles Onassis, Bill Gates, sampai Walt Disney). Bagian keempat mengenai Kredit Mikro dan Venture Capital, memuat berbagai lembaga keuangan sebagai mitra usaha, seperti BI, BRI, Bank BNI, BCA, Bank Danamon, Bank Muamalat, dan sebagainya. Bagian lima mengenai Komunitas Virtual, menampilkan alamat beberapa wbsite yang berkaitan dengan kewirausahaan.<br />
Sebagai panduan memulai bisnis, keberadaan buku ini sangat memadai. Namun sekali lagi, yang terpenting adalah: Praktek ! Praktek ! Praktek ! (Atep Afia)<br />
<br />
Link yang relevan :<br />
* http://www.we-entrepreneur.com<br />
<br />
Daftar Pustaka<br />
Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian. Valentino Dinsi, SE, MM, MBA dkk. LET''S GO Indonesia 2005. 305 Halaman.<br />
<br />
Sumber Gambar :<br />
http://www.noulakaz.net/weblog/2008/09/<br />
http://www.myownbusiness.orgAkanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-351979394426633591.post-27591979828409151482009-02-02T18:45:00.000-08:002013-02-08T01:27:40.938-08:00ADA APA DENGAN WARALABA ?<a href="http://4.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SYeygwAbO3I/AAAAAAAAAAM/IGrr-Y3t4uo/s1600-h/franchise004.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5298399762336922482" src="http://4.bp.blogspot.com/_frNHrLTkphc/SYeygwAbO3I/AAAAAAAAAAM/IGrr-Y3t4uo/s200/franchise004.jpg" style="cursor: hand; cursor: pointer; float: right; height: 200px; margin: 0 0 10px 10px; width: 148px;" /></a><br />
Sebuah survey Gallup (USA) tahun 1997 menunjukkan bahwa 94% franchisee (terwaralaba) menganggap diri mereka sukses. Ukuran sukses ini berdasarkan pencapaian seperti uang, waktu, keseimbangan hidup, fleksibilitas, tantangan, kontrol, keamanan, bisa membuat hidup orang lain berbeda, dan tanggung jawab pribadi.<br />
<a name='more'></a> Pada survei yang sama juga menunjukkan 75% franchisee yang ikut polling mengatakan bahwa setelah mengetahui apa yang mereka peroleh saat ini, mereka akan mengambil keputusan yang sama bila diberi kesempatan untuk memilih. Di lain pihak, berapa orang rekan kerja Anda bila diberi pertanyaan yang sama akan menjawab mereka sudah mencapai sukses? Berapa orang yang bila diberi kesempatan lagi akan tetap memilih karir atau perusahaan yang sama? Jawaban sederhananya adalah orang memutuskan berinvestasi pada franchise karena seba-gian besar franchisee memang menang. Tapi kenapa 99% orang yang melakukan inves-tigasi usaha franchise akhirnya memutuskan tidak melakukan investasi sama sekali?<br />
<div style="margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
</div>
<h2 style="color: #2666c3; font-family: 'Trebuchet MS', Tahoma, sans-serif; font-size: 120%; font-weight: normal; font: normal normal normal 180%/normal 'Trebuchet MS', Tahoma, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
Kelompok 99%</h2>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
Orang yang masuk kelompok ini melakukan investigasi usaha franchise dengan sungguh-sungguh. Mereka tidak puas dengan pekerjaan dan berpendapat sudah saatnya berhenti menghasilkan uang untuk orang lain. Sekarang adalah saatnya untuk menghasilkan uang bagi diri sendiri!</div>
<div align="left" style="margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
Mereka datang ke pameran franchise, meminta brosur lengkap, bertemu dengan staf franchisor, bertanya ke konsultan franchise, dan melakukan survei lapangan ke berbagai gerai franchise. Pada saat tiba waktunya untuk memutuskan, ketakutan, keraguan, dan karakter negatif (baik dari diri sendiri, pasangan, anak, orang tua, dan teman) akan muncul mempengaruhi pengambilan keputusan.</div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
Pikiran mengenai “bisnis ini memiliki kelemahan fatal, tingkat pergantian karyawan tinggi, kompetisi di bisnis ini tinggi, bisnis ini sangat berisiko, bisnis ini mungkin berhasil di daerah lain tapi tidak di daerah saya, dst.” akan mulai menghantui Anda. Anda tidak bekerja sedemikian keras dan lama untuk akhirnya mengor-bankan semua simpanan hnya demi sebuah bisnis. Anda mulai berpikir “siapa yang akan menanggung asuransi kesehatan keluarga dan dana pensiun, bagaimana dengan waktu luang untuk keluarga dan jatah liburan gratis dari perusahaan, dan bila bisnis ini tidak sukses saya akan kesulitan untuk memulai bekerja lagi.” Kesimpulannya selalu sama, yaitu untuk berhenti bekerja dan memulai usaha sendiri (franchise) sangat berisiko bagi keluarga. Ya, Anda benar! 99% orang juga mengambil keputusan ini.</div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
</div>
<h2 style="color: #2666c3; font-family: 'Trebuchet MS', Tahoma, sans-serif; font-size: 120%; font-weight: normal; font: normal normal normal 180%/normal 'Trebuchet MS', Tahoma, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
Kelompok 1%</h2>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
Orang di dalam kelompok 1% dan 99% semua mulai dari kondisi fisik yang sama pada saat melakukan investigasi usaha franchise. Yang membedakan kedua kelompok ini adalah mereka tidak memulai dengan mental bersih yang sama. Kelompok 99% selalu mengeluh mengenai pekerjaan mereka tetapi tidak punya keinginan nyata untuk mengubahnya. Kelompok 99% melakukan investigasi usaha franchise dengan tujuan menemukan kelemahan berbagai kesempatan usaha franchise sehingga mereka merasa bahwa keputusan untuk memulai usaha sendiri (self-employment) bukan pilihan terbaik. Sebaliknya, kelompok 1% memiliki komitmen kuat untuk melupakan masa lampau dan mengubah masa depan. Memulai sebuah usaha franchise merupakan keputusan yang tergolong sulit dan tidak biasa. Akan tetapi, kelompok 1% memang menolak untuk hidup biasa yang penuh kompromi.</div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
Mereka memiliki latar belakang pendidikan, kekuatan finansial, pengalaman, usia, dan tantangan kehidupan keluarga yang sama dengan kelompok 99%. Apapun alasannya, kelompok 1% mampu membayangkan apa akhir dari karir pekerjaan mereka. Mereka telah menghadiri berbagai pesta perpisahan bagi staf yang pensiun dan pembagian penghargaan dengan pigura emas. Mereka sering mendengar pimpinan perusahaan berkata, “Kami semua akan merindukan kamu atau perusahaan ini tidak akan pernah sama lagi tanpa kamu!” Mereka akhirnya melihat bahwa staf-staf pensiun tersebut akan segera diganti dengan yang baru dan jarang perusahaan merasa kehilangan. Fakta-fakta ini yang menyebabkan kelompok 1% mengambil tindakan positif sekarang juga! Mereka tidak mau menjadi orang yang karirnya berakhir seperti itu. Mereka ingin bekerja keras dan sepenuh hati, untuk keluarga dan diri sendiri!</div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
</div>
<table style="border-collapse: collapse; margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 10px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><tbody style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
<tr style="-webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-attachment: initial; background-color: white; background-image: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial; height: 32px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><th colspan="2" style="-webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-attachment: initial; background-color: #306bc1; background-image: url(http://www.multiplus.co.id/multiplus/images/button-bg.jpg); background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat-x; border-bottom-color: rgb(48, 107, 193); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 2px; border-left-color: rgb(48, 107, 193); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(48, 107, 193); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(48, 107, 193); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; color: white; height: 35px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px; text-align: left;"><div align="center" style="margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
Tabel Perbedaan 99% dengan 1%</div>
</th></tr>
<tr style="-webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-attachment: initial; background-color: white; background-image: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial; height: 32px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%"><h2 style="color: #2666c3; font-family: 'Trebuchet MS', Tahoma, sans-serif; font-size: 120%; font-weight: normal; font: normal normal normal 180%/normal 'Trebuchet MS', Tahoma, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
99%</h2>
</td><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%"><h2 style="color: #2666c3; font-family: 'Trebuchet MS', Tahoma, sans-serif; font-size: 120%; font-weight: normal; font: normal normal normal 180%/normal 'Trebuchet MS', Tahoma, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
1%</h2>
</td></tr>
<tr style="-webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-attachment: initial; background-color: white; background-image: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial; height: 32px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Waits for the "right time" to start a business.</td><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Declares "Now is the time." And then works to make it the right time.</td></tr>
<tr style="-webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-attachment: initial; background-color: white; background-image: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial; height: 32px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Tries to find the perfect business.</td><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Tries to find a solid business and will work to make it the right business for them.</td></tr>
<tr style="-webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-attachment: initial; background-color: white; background-image: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial; height: 32px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Looks for what's wrong with Franchises and reasons they won't work.</td><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Looks for franchises with a strong track record of success, while acknowledging their unique challenges and potential pitfalls.</td></tr>
<tr style="-webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-attachment: initial; background-color: white; background-image: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial; height: 32px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Is normal and reasonable.</td><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Is exceptional and unreasonable.</td></tr>
<tr style="-webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-attachment: initial; background-color: white; background-image: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial; height: 32px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Is committed to achieving stability and security and is risk-averse.</td><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Is committed to making a difference with their life and career and is willing to accept risk to do so.</td></tr>
<tr style="-webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-attachment: initial; background-color: white; background-image: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial; height: 32px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Is afraid of the unknown. Make their fears mean "something is wrong" and back away from creating the future they desire.</td><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Is afraid of the unknown. Doesn't make their fears mean anything. "I am afraid of the unknown," they think, "so what else is new?"</td></tr>
<tr style="-webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-attachment: initial; background-color: white; background-image: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial; height: 32px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><td height="22" style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Their future is something which happens to them and they fall into.</td><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Their future is something they design and then live into.</td></tr>
<tr style="-webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-attachment: initial; background-color: white; background-image: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial; height: 32px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Listens to the opinions and accusations of the Inner Critic. Lets him impact their decision-making.</td><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Listens to the opinions and accusations of The Inner Critic. Doesn't let him impact their decision making.</td></tr>
<tr style="-webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-attachment: initial; background-color: white; background-image: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial; height: 32px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Isn't born into the 99 percent. Becomes the 99 percent through the decisions they make.</td><td style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;" width="50%">Isn't born into the 1 percent. Becomes the 1 percent through the decisions they make.</td></tr>
<tr style="-webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-attachment: initial; background-color: white; background-image: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial; height: 32px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><td colspan="2" style="border-bottom-color: rgb(229, 240, 251); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-left-color: rgb(229, 240, 251); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(229, 240, 251); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-top-color: rgb(229, 240, 251); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 12px; padding-right: 12px; padding-top: 0px;">Disadur dari Street Smart Franchising – Joe Matthews, Don Debolt, Deb Percival</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div style="margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
Sumber :</div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
<a href="http://www.multiplus.co.id/multiplus/in/franchisepagesview.asp?PageID=14">http://www.multiplus.co.id/multiplus/in/franchisepagesview.asp?PageID=14</a></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
03 Februari 2009</div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
Sumber Gambar :</div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-left: 20px; margin-right: 25px; margin-top: 10px; outline-color: initial; outline-style: initial; outline-width: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
<a href="http://idwebhost.com/gambar/franchise004.jpg">http://idwebhost.com/gambar/franchise004.jpg</a></div>
Akanghttp://www.blogger.com/profile/09830088568100837770noreply@blogger.com0